Warisan Jokowi di Bidang Kesehatan, Stunting Turun Hingga Pernah Dipuji Obama Soal BPJS

Presiden Joko Widodo (jokowi) menyampaikan amanat di HUT TNI ke-79
Sumber :
  • Setpres

Jakarta, VIVA – Selama satu dekade memimpin Indonesia, Presiden Joko Widodo (Jokowi) membuat banyak kebijakan, termasuk di bidang kesehatan. Mulai dari BPJS/KIS, peningkatan jumlah faskes hingga penurunan angka stunting. Yuk, kulik satu per satu. 

Stunting
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menargetkan prevalensi stunting di suatu negara harus berada di bawah 20 persen. Prevalensi stunting di Indonesia sendiri menunjukkan tren penurunan sejak Jokowi pertama kali terpilih sebagai presiden Republik Indonesia. Scroll untuk informasi selengkapnya, yuk!

Pada akhir 2013, stunting berada di angka 21,5 persen. Artinya sudah mendekati standar WHO, yakni kurang dari 20 persen. Pada tahun 2013, tingkat gagal tumbuh pada anak tercatat mencapai 37,2 persen. Tren penurunan terjadi selama empat tahun beruntun sehingga pada 2017 menyusut menjadi 27,6 persen. 

Ilustrasi balita.

Photo :
  • Freepik/rawpixel.com

Namun, tingkat stunting kembali melonjak sebesar 30,8 persen pada 2018. Pada tahun 2019 sampai 2022, persentase penurunan stunting konsisten sekitar 3 persen. Keberhasilan Presiden Jokowi dalam menurunkan stunting di Indonesia menjadi prestasi. Presiden Jokowi sukses menghapus setidaknya 15,7 persen selama sepuluh tahun masa kepemimpinan.

Jokowi sendiri mengakui bahwa dia berhasil menurunkan angka stunting di Indonesia. Menurutnya, capaian ini merupakan bagian dari upaya untuk memanfaatkan posisi daya tawar Indonesia di mata dunia internasional. 

Jokowi menyebut salah satu hal yang perlu dipersiapkan untuk menguatkan posisi Indonesia di mata dunia internasional dengan peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM). Karenanya, aspek penurunan angka stunting hingga penguatan kemampuan, merupakan salah satu aspek kunci bagi kemajuan Indonesia. 

"Kita telah berhasil menurunkan angka stunting menjadi 21,6 persen di 2022, dari angka sebelumnya 37 persen," kata Jokowi dalam pidato kenegaraan, di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Rabu, 16 Agustus 2023 lalu. 

Faktor Keberhasilan Stunting
Salah satu faktor keberhasilan Jokowi dalam menurunkan stunting adalah ketegasannya soal anggaran. Presiden Jokowi sendiri terlihat geram saat membahas alokasi anggaran yang dinilai masih belum tepat guna. Salah satunya terkait anggaran untuk stunting senilai Rp10 miliar. 

Hal itu disampaikan Presiden Jokowi dalam Pembukaan Rakornas Pengawasan Intern Pemerintah Tahun 2023, Jakarta, Rabu 14 Juni 2023 lalu.

Presiden Jokowi menyindir anggaran Rp6 M justru terbuang cuma-cuma untuk perjalanan dinas PNS, rapat. Sementara Rp2 M teruntuk hal terkait yang tidak krusial ketimbang masalah utama, yakni penyelesaian kasus stunting. Oleh sebab itu, dia meminta agar fungsi pengawasan diperketat.

“Ada anggaran stunting Rp10 miliar, coba cek liat betul untuk apa Rp10 miliar itu. Jangan membayangkan nanti ini dibelikan telur, susu, protein, sayuran. Coba dilihat detail, saya minggu lalu baru saja cek di APBD Mendagri, Rp10 miliar untuk stunting, perjalanan dinas Rp3 miliar, rapat-rapat Rp3 miliar, penguatan pengembangan bla bla bla Rp2 miliar. Yang bener-bener untuk beli telur itu hanya Rp2 miliar,” tegasnya.

“Kapan stuntingnya akan selesai kalau caranya seperti ini. Ini yang harus dirubah. Kalau Rp10 miliar itu anggarannya, mestinya yang untuk lain-lainnya Rp2 miliar, yang Rp8 miliar itu ya untuk telur, daging, ikan, sayur, berikan ke yang stunting. Konkretnya kira-kira seperti itu,” imbuhnya. 

BPJS Kesehatan/KIS
Biaya menjadi permasalahan utama masyarakat ketika ingin berobat ke RS atau fasilitas kesehatan lainnya. Namun, semenjak ada Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan dan Kartu Indonesia Sehat (KIS), masyarakat kini tak takut lagi untuk memeriksakan diri jika memiliki keluhan kesehatan.

Mengintip jumlah peserta BPJS selama kepemimpinan Jokowi, di tahun 2024 ini pesertanya sudah mencapai 267 juta atau setara 95,7 persen dari total penduduk Indonesia. 

Namun tidak dipungkiri, diawal-awal masa kepemimpinannya, yaitu sekitar tahun 2015 lalu, Jokowi sendiri mengakui ada masalah defisit terkait BPJS ini. Tidak hanya itu, keluhan hingga komplain dari masyarakat juga tidak terhindarkan. 

BPJS Kesehatan

Photo :
  • snappy.id

Tidak tinggal diam, Jokowi pun pada saat itu sering mengadakan rapat bersama direktur BJPS untuk mencari solusi atas permasalahan tersebut. Namun, kini masalah itu sudah terlewati. Menurutnya, pelayanan BPJS Kesehatan semakin hari semakin baik. 

“Saya sangat apresiasi, menghargai bahwa peserta (BPJS Kesehatan) sudah 267 juta, 95,7 persen dari total penduduk kita,” kata Jokowi saat groundbreaking gedung BPJS di IKN, Jumat 1 Maret 2024 lalu. 

BPJS Kesehatan dipuji Obama
Jokowi bercerita, dirinya pernah ditanya tentang keberhasilan BPJS Kesehatan pada 2015 lalu oleh Obama ketika masih menjabat sebagai Presiden AS. Obama pun membandingkan BPJS dengan Obama Care. 

“Pernah dulu 2-3 kali Presiden Obama menanyakan pada saya, tapi itu tahun-tahun 2015 saat itu. Beliau bertanya pada saya kenapa BPJS, jaminan kesehatan di Indonesia bisa berjalan dengan baik? Sedangkan Obama Care di Amerika kok gak?” kenang Jokowi. 

Jokowi pun mengakui saat itu belum mengetahui alasannya karena saat itu BPJS masih mendapati masalah. Namun, setelah dilihat saat ini, dia baru tahu kenapa BPJS bisa berhasil sedangkan Obama Care tidak. 

“Saya saat itu belum bisa membandingkan. Tapi setelah sekian tahun saya ke lapangan, saya bisa melihat bahwa memang berbeda. Di sini menurut saya, pertama, ada rujukan Puskesmas, di Amerika gak ada Puskesmas. Langsung ke RS, sehingga beban semua langsung ke RS, di sini masih ditahan di Puskesmas. Baru kalau udah berat masuk ke rumah sakit,” jelasnya.

“Kedua mengenai aging populasinya. Di kita masih banyak karena ada bonus demografi usia produktif ini yang terbanyak, sehingga beban dari BPJS itu menjadi lebih ringan dibandingkan di Amerika. Saya banding-bandingin oh ini, dia tidak bisa berjalan, kita bisa berjalan dengan baik karena dukungan-dukungan yang tadi saya sampaikan,” tambahnya. 

Ilustrasi rumah sakit.

Photo :
  • Pexels/Sals

Peningkatan Jumlah Fasilitas Kesehatan
Fasilitas kesehatan (faskes) merupakan indikator penting dalam upaya pemerintah untuk meningkatkan akses masyarakat terhadap layanan kesehatan. Secara umum, terjadi peningkatan signifikan dalam jumlah faskes di Indonesia selama masa kepemimpinan Jokowi. 

Mengutip data Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah pusat kesehatan masyarakat (Puskesmas) di Indonesia, tercatat 10.416 unit pada 2023. Jumlah tersebut naik 0,4 persen atau bertambah 42 unit dari tahun sebelumnya, yang sebanyak 10.374 unit. 

Kemudian untuk jumlah rumah sakit juga mengalami penambahan. Tercatat, jumlah RS di Indonesia mencapai 3.072 unit pada 2022. Jumlah tersebut naik 0,99 persen dari tahun sebelumnya.

Sementara untuk klinik, pada Februari 2023, jumlah klinik yang terdaftar di Kemenkes mencapai 17.953 unit. Dari jumlah tersebut, 7.606 klinik sudah bekerja sama dengan BPJS Kesehatan. 

Pada tahun 2021, jumlah poliklinik di Indonesia mencapai 8.905 unit, sementara rumah bersalin mencapai 352 unit pada 2021.

Pertumbuhan jumlah faskes didorong oleh berbagai faktor, termasuk peningkatan kesadaran akan pentingnya kesehatan, perluasan cakupan program jaminan kesehatan nasional, serta upaya pemerintah dalam meningkatkan kualitas layanan kesehatan di daerah.

Beberapa faktor pendukung yang juga mendorong peningkatan jumlah faskes antara lain, program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), alokasi anggaran yang cukup besar untuk pembangunan dan pengembangan faskes, hingga kemitraan dengan pihak swasta.