20 Persen Lebih Banyak Lansia di 2050: Apakah Sistem Kesehatan RI Siap?
- Pixabay/ TusitaStudio
Jakarta, VIVA – Saat ini, Indonesia sedang memasuki fase ageing population, yaitu proposi penduduk lanjut usia yang semakin meningkat. Berdasarkan Sensus Penduduk Indonesia pada 2023 lalu, setidaknya 12 persen atau sekitar 29 juta penduduk Indonesia adalah lansia.
Jumlah lansia di Indonesia sendiri diperkirakan akan meningkat hingga 2050. Peneliti Senior Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi Bisnis (FEB) Universitas Indonesia (UI), Prof. Dr. Sri Moertiningsih Adioetomo,PhD mengungkap bahwa penduduk lansia di Indonesia diperkirakan akan mencapai 20 persen atau sekitar 50 juta jiwa lansia di 2050.
Seiring dengan bertambahnya populasi lansia di Indonesia, juga menjadi perhatian khusus. Pasalnya seiring bertambahnya usia, lansia akan mengalami penurunan kapasitas fungsional mereka yang diperparah oleh penyakit tidak menular akibat gaya hidup tidak sehat sejak dini.
"Mau tidak mau menurun, telinga sudah tidak dengar, suka lupa dan lain-lain. Belum lagi lifestyle yang tidak sehat merokok, tidak olahraga, sedentary, makanan yang tidak sehat. Kemudian itu kalau lansia menjadi disable karena ada stroke, diabet, penyakit jantung coroner," kata Prof Sri dalam acara Enam Dekade Lembaga Demografi FEB UI: Generasi Silver Aktif dan Sejahtera di Indonesia Emas 2045 di Hotel Pullman Jakarta Pusat, Jumaat 30 Agustus 2024.
Hal ini menimbulkan kebutuhan akan perawatan jangka Panjang (long term care/ LTC) yang dapat menjadi beban signifikan bagi keluaarga dan pemerintah. Biaya LTC sendiri mencakup medical cost, non medical cost, caregiving cost, dan social cost lainnya.
Melihat hal tersebut, Sri Moertiningsih mengungkap beberapa alternatif pembiayaan LTC seperti system asuransi social,universal coverage tax refund system dan safety net tax funded.
"Kebijakan LTC di beberapa negara tidak selalu termasuk dalam cakupan jaminan Kesehatan universal, sehingga negara-negara seperti Jepang dan Korea telah mengembangkan skema asuransi social khusus untuk kebutuhan ini. Contoh lain adalah Jerman, dimana klien LTC berkontribusi hingga 21,4 persen dari total biaya, sementara di Jepang kontribusinya mencapai 10 persen," jelasnya.