9 Alasan Kenapa Mpox Sekarang Menyerang Anak
- Prof Tjandra
Jakarta, VIVA – Kasus Mpox atau Monkeypox (Cacar Monyet) semakin merebak di sejumlah negara. Di Indonesia bahkan sudah ada yang menjadi korban. Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin sempat mengungkap kasus cacar monyet atau Monkeypox tercatat 88 kasus. Angka tersebut merupakan angka kumulatif sejak 2022 lalu hingga saat ini. Bukan hanya menyerang orang dewasa, kabar terbaru menyebut, kini Mpox juga mulai menyerang anak-anak di Kongo.
Terkait virus ini, Direktur Pascasarjana Universitas YARSI yang juga Mantan Direktur Penyakit Menular WHO Asia Tenggara Prof Tjandra Yoga Aditama mengungkapkan bahwa di Rapat Terbatas Kabinet 27 Agustus 2024 salah satunya disebutkan membahas tentang Mpox pada anak di Afrika. Diungkapkannya, dalam rapat tersebut, UNICEF menyampaikan lebih dari setengah kasus mpox dan hampir 80 persen kematian Mpox Republik Demokratik Kongo terjadi pada anak.
“Di Burundi, hampir 60 persen kasus Mpox adalah anak dan remaja di bawah 20 tahun, dimana 21 persen kasus berusia di bawah 5 tahun,” terang Prof Tjandra.
Mulai banyaknya usia anak yang terserang Mpox, tentu banyak publik penasaran, mengapa virus itu mulai menjangkiti usia anak-anak.
Mengenai hal ini, Prof Tjandra akhirnya menuliskan informasi, ada 9 alasan kenapa kasus mpox kini cukup banyak pada anak.
“Pertama, karena Clade 1b mpox sekarang ini ternyata menular pada berbagai kelompok umur, termasuk anak-anak. Ke dua, kenyataan bahwa di beberapa negara Afrika memang sedang dilanda konflik dan juga munculnya pengungsi dengan berbagai masalahnya. Ke tiga, terjadinya kurang gizi pada sebagian anak di sana. Ke empat, terjadinya berbagai penyakit lain yang juga melanda, yang tentu berpengaruh terhadap kemungkinan tertular mpox. Beberapa penyakit yang dihadapi di Afrika sekarang ini antara lain adalah kolera, polio, wabah campak di Burundi, dll,” ungkap Prof Tjandra.
Ke lima, lanjutnya, ada juga faktor rendahnya angka cakupan imunisasi di beberapa negara Afrika itu. Ke enam, keterbatasan fasilitas pelayanan kesehatan termasuk diagnosis dan pengobatannya.Ke tujuh, relatif rendahnya kesadaran kesehatan masyarakat karena menghadapi berbagai masalah sosial lainnya dalam kehidupan sehari-hari. Ke delapan, anak-anak biasanya main ramai-ramai bersama yang memudahkan kontak langsung satu dengan lainnya.
“Ke sembilan, kenyataan beberapa anak-anak tidur dan tempat tidur yang sama berdesakan di rumah yang relatif sempit di sana, yang juga lebih memungkinkan kontak penularan terjadi.”
Prof Tjandra juga mengatakan, negara Afrika seperti Kongo mulai mengkaji kemungkinan vaksinasi pada anak-anak dengan risiko tinggi di negaranya, bersama kegiatan pengendalian lainnya.
“Tentu kita berharap agar Mpox dapat dikendalikan di dunia, baik pada dewasa maupun anak-anak. Semoga rakyat dan bangsa kita -termasuk anak-anak- dapat terlindungi dari bahaya penyakit ini, dan untuk ini maka upaya yang terbaik perlu dilakukan.”