Kepala BKKBN Sebut Usia Perempuan Menikah di Indonesia Alami Kemunduran

Ilustrasi pernikahan.
Sumber :
  • Freepik

VIVA Lifestyle – Angka kelahiran atau fertility rate di Indonesia mengalami penurunan yang cukup signifikan selama satu dekade terakhir ini. Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), Hasto Wardoyo mengungkap bahwa angka rata-rata kelahiran nasional di Indonesia mencapai 2,18. 

"Sekarang ini Total Fertility Rate (TFR)-nya sudah 2,18 karena mendekati 2,1. Ini kan sudah warning, memang di daerah tertentu seperti NTT, Sulawesi Barat, Papua itu TFR-nya masih tinggi. Tetapi TFR nasional itu rata-ratanya 2,18. Zaman dulu di tahun 1970 rata-rata 5,6 atau 5,7 sekarang 2,1 sudah turun luar biasa," kata dia saat dihubungi VIVA.co.id melalui sambungan telepon, Selasa 2 Juli 2024.

Lebih lanjut diungkap fenomena penurunan angka kelahiran di Indonesia sendiri dipicu beberapa hal mulai dari jumlah orang yang menikah menurun hingga penurunan angka kelahiran. Yuk lanjut scroll artikel selengkapnya berikut ini.

"Jadi sekarang ini orang nikah jumlahnya turun, orang yang punya anak TFR-nya  juga turun. Itu fenomena bahwa yang melahirkan tentu angka kelahirannya tentu turun prosentasenya," ujarnya.

Berkaitan dengan menurunnya jumlah kelahiran anak di Indonesia juga ternyata dipengaruhi dengan mundurnya usia pernikahan pada wanita.

Ilustrasi pernikahan

Photo :
  • Kredivo

Jika dulunya rata-rata wanita di Indonesia menikah pada usia 19-20 tahun. Saat ini rata-rata wanita di Indonesia menikah pada usia 22 tahun. 

"Data yang ada rata-rata perempuan menikah itu sekarang mundur. Data (perempuan) yang menikah di BKKBN rata-rata 22 tahun, kalau 10-15 tahun yang lalu rata-rata menikah di angka 20 tahun, 19 tahun. Sekarang perempuan yang menikah data di BKKBN 22 tahun rata-rata baru menikah. Sehingga data di BKKBN dari tahun ke tahun data perempuan yang menikah semakin tua," sambung Hasto.

Hasto menjelaskan mundurnya usia wanita menikah juga mempengaruhi kesehatan reproduksinya. Dijelaskannya bahwa sel telur akan berkurang seiring dengan pertambahannya usia. Hal ini berbeda dengan sistem reproduksi pria. 

"Perempuan itu suburnya itu sebetulnya bagusnya hamil dan melahirkan itu usia 20-35 tahun. Sekarang tidak sedikit perempuan yang menikah di atas 30, sedangkan secara biologis telur manusia perempuan itu sejak usia 35 tahun turun drastis," katanya. 

Maka dari itu, Hasto menghimbau jika memang perempuan di Indonesia untuk jangan menunda pernikahan. Sebab semakin tua, maka peluang atau kesempatan untuk bisa memiliki anak akan semakin kecil peluangnya.

"Sehingga perempuan-perempuan, kalau jomblo jangan terlalu lama-lama karena berbeda dengan laki-laki. Kalau laki-laki spermanya itu enggak turun drastis, kalau perempuan itu 35 tahun sudah turun drastis, 38 tahun sudah terjun bebas, 40 tahun sudah sulit hamil. Itulah perempuan jadi saya kira sebabnya clear karena menikahnya semakin mundur," ujarnya.

Ilustrasi pernikahan adat sunda, sunda siger

Photo :
  • pixabay/ sendywulandh

Keputusan masyarakat untuk Child Free

Belakangan ini gerakan child free juga tengah ramai di kalangan masyarakat. Ada banyak alasan mengapa masyarakat memilih untuk tidak memiliki anak.

Mulai dari tidak ingin menyusahkan anak di kemudian hari, hingga masalah finansial atau pun psikologis. Keputusan masyarakat untuk child free ini juga bisa menjadi penyebab menurunnya angka kelahiran di Indonesia, kata Hasto.

"Bisa (mempengaruhi penurunan angka kelahiran di Indonesia), karena orang saat ini kesadarannya tinggi. Sekarang petanya orang yang cenderung kaya anaknya sedikit. Orang yang tinggal di kota juga lebih sedikit anaknya daripada di desa," kata Hasto. 

Hasto menambahkan,"orang yang pendidikannya tinggi, anaknya lebih sedikit daripada pendidikannya yang rendah. Pendidikan semakin meningkat, kemudian mendekati 60 persen sudah tinggal di kota, kemudian orang yang ekonominya menengah ke atas juga tambah banyak," jelasnya.

Ketika ditanya mengenai jumlah pasangan yang memilih untuk child free di Indonesia. Hasto mengaku BKKBN hanya memiliki data secara umum mengenai jumlah anak yang dimiliki oleh masyarakat di Tanah Air.

"Kita datanya bukan berdasarkan keinginan tapi berdasarkan fakta. Kami ini punya 72 juta data keluarga by name by address, kami tau siapa yang tidak punya anak berapa orang, siapa yang anaknya cuman 1. Tapi saya tidak bertanya apakah sengaja tidak punya anak, tapi kami hanya tanya kamu punya anak atau tidak, kita catat P0 itu artinya tidak punya anak, kita catat P1 di BKKBN datanya seperti itu," kata dia.