Alergi Susu Sapi Mengancam Pertumbuhan Anak: Kenali Gejala dan Penanganannya Sejak Dini!
- Pixabay/Candice_Rose
Jakarta – Alergi Susu Sapi (ASS) menjadi momok bagi banyak orang tua, menurut data World Allergy Organization (WAO) dengan perkiraan 1,9 hingga 9 persen anak-anak di dunia mengalaminya.
Alergi ini tak hanya menimbulkan ketidaknyamanan, namun juga berakibat serius pada pertumbuhan dan perkembangan anak.
ASS terjadi ketika sistem kekebalan tubuh bereaksi berlebihan terhadap protein dalam susu sapi. Hal ini dapat menyebabkan berbagai gejala, mulai dari ruam kulit, gatal-gatal, diare, hingga masalah pernapasan serius seperti anafilaksis.
Di Indonesia, berdasarkan data dari Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) prevalensi ASS pada anak prevalensi ASS mencapai 2 hingga 7,5 persen, menjadikannya alergi makanan kedua terumum setelah alergi telur.
Dokter Spesialis Anak Konsultan Alergi Imunologi, Profesor dr. Budi Setiabudiawan, menekankan pentingnya penanganan cepat dan tepat untuk mencegah dampak jangka panjang yang lebih serius.
"Dampak ASS dapat bervariasi, dari ringan hingga berat, dan dapat memengaruhi berbagai sistem dalam tubuh anak," ujar Profesor Budi dalam Webinar Gizi World Allergy Week 2024: Tangani Alergi Susu Sapi (ASS) pada Anak dengan Cepat dan Tepat sebelum Terlambat, Selasa, 25 Juni 2024.
"Dalam jangka pendek, ASS dapat menyebabkan ketidaknyamanan, kesulitan makan dan tidur, hingga berat badan tidak optimal dan malnutrisi. Pada jangka panjang, alergi ini dapat meningkatkan risiko asma, eksim, dan keterlambatan pertumbuhan di kemudian hari," sambungnya.
Lebih mengkhawatirkan lagi, sebagian kecil anak mungkin alergi susu sapi hingga dewasa. Oleh karena itu, Prof. Budi mengingatkan orang tua untuk mengenali gejala-gejala ASS sejak dini dan segera berkonsultasi dengan dokter.
“Tata laksana dan langkah penting lain yang harus dilakukan oleh orang tua adalah menghilangkan susu sapi dari diet anak, mencari sumber nutrisi alternatif yang memiliki kandungan zat gizi makro seperti karbohidrat, protein, dan lemak, serta kandungan gizi mikro, seperti vitamin dan mineral yang dibutuhkan dalam fase pertumbuhan anak," ujarnya.
"Langkah selanjutnya termasuk membaca label makanan dengan cermat, dan memantau pertumbuhan anak secara rutin. Strategi penanganan ini harus dilakukan dengan cepat dan tepat untuk mengurangi dampak negatif ASS, sehingga anak-anak dengan ASS dapat menjalani kehidupan yang lebih sehat dan bekembang secara optimal,” kata Prof Budi.
Menyikapi alergi susu sapi pada anak, Corporate Communication Director Danone Indonesia, Arif Mujahidin mengemukakan, melalui webinar Bicara Gizi, pihaknya ingin menekankan mengenai dampak jangka pendek dan jangka panjang ASS terhadap perkembangan anak, serta pentingnya penanganan yang cepat dan tepat agar anak dapat tumbuh dan berkembang dengan optimaal.
“Sebagai perusahaan yang berfokus pada nutrisi di Indonesia, Nutricia menyadari ASS menjadi alergen makanan kedua dan paling umum yang dialami anak Indonesia, sehingga penanganannya harus dilakukan secepat dan setepat mungkin untuk menghindari dampak yang terjadi di kemudian hari. Program bicara gizi secara konsisten kami lakukan untuk memberikan edukasi kepada para orang tua mengenai pentingnya nutrisi dan pola asuh untuk mendukung tumbuh kembang optimal anak Indonesia,” ujarnya.
Selain riwayat alergi pada keluarga, beberapa faktor lain yang dapat meningkatkan risiko ASS pada anak adalah kelahiran secara caesar, asap rokok, dan polusi udara.
Sebagai orang tua, penting untuk selalu waspada terhadap gejala ASS pada anak dan segera berkonsultasi dengan dokter untuk mendapatkan diagnosis dan penanganan yang tepat. Dengan penanganan yang cepat dan tepat, anak-anak dengan ASS dapat menjalani kehidupan yang lebih sehat dan berkembang secara optimal.