Beban Ekonomi Akibat Komplikasi Hipertensi Masih Tinggi, Gimana Cara Mengatasinya?

Hipertensi
Sumber :
  • Times of India

VIVA LifestyleHipertensi atau tekanan darah tinggi menjadi masalah kesehatan yang cukup serius karena bisa berakibat pada kerusakan organ-organ tubuh seperti jantung dan otak. Beban ekonomi akibat komplikasi hipertensi di Indonesia juga masih terbilang cukup tinggi.

Tercatat beban biaya penyakit hipertensi mencapai 1497,36 USD per orang per tahun (berdasarkan penelitian di 15 negara berkembang termasuk Indonesia). Yuk lanjut scroll artikel selengkapnya berikut ini.

Oleh karena itu, kolaborasi antara pemerintah, komunitas, dan organisasi lainnya penting untuk meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap gaya hidup sehat, deteksi dini, dan pengendalian tekanan darah guna mengurangi beban ekonomi yang ditimbulkan.

Hipertensi yang tidak dikendalikan dengan baik dapat mengakibatkan kerusakan organ seperti otak, jantung dan ginjal yang menyebabkan disabilitas, kualitas hidup buruk, bahkan kematian.

Hipertensi

Photo :
  • Eat This

dr. Erwinanto, Sp.JP(K), FIHA, Ketua Perhimpunan Dokter Hipertensi Indonesia (Indonesian Society of Hypertension atau InaSH) mengimbau masyarakat untuk melakukan pencegahan dini penyakit hipertensi.

"Saat ini diperlukan strategi nasional untuk deteksi hipertensi yang akurat di Indonesia. Strategi ini terutama ditujukan untuk melakukan pemeriksaan tekanan darah di klinik sesuai protokol yang baku dengan cara penyebaran informasi dan pelatihan tenaga kesehatan tentang tata cara pemeriksaan tekanan darah yang benar oleh semua pemangku kepentingan," kata dr. Erwinanto, dalam konfersnsi pers 18th Scientific Meeting Indonesian Society of Hypertension (InaSH), di Jakarta, Jumat 23 Februari 2024.

Ada 2 pendekatan yang bisa dipilih untuk meningkatkan akurasi diagnosis hipertensi.

Hipertensi / tekanan darah tinggi

Photo :
  • Times of India

Pertama adalah diagnosis hipertensi dengan menggunakan dua metode pemeriksaan tekanan darah yaitu pemeriksaan di klinik dan di luar klinik secara bersamaan.

Pendekatan ini adalah yang paling akurat untuk diagnosis hipertensi tetapi memerlukan penyebaran sarana alat pengukur tekanan darah yang merata di masyarakat.

Sayangnya, pendekatan ini belum bisa dilaksanakan dengan baik untuk menjadi strategi nasional di Indonesia.

Pendekatan kedua adalah diagnosis hipertensi menggunakan pemeriksaan tekanan darah di klinik di mana pemeriksaan dilakukan dengan protokol yang baku seperti yang dianjurkan oleh pedoman tata laksana hipertensi yang ada.

Pemeriksaan tekanan darah di klinik pada saat ini terkesan belum mengikuti protokol yang baku.

Protokol pemeriksaan tekanan darah yang baku di klinik memerlukan usaha ekstra yang dapat menjadi tantangan jika dilakukan di klinik yang sibuk atau mempunyai tenaga kesehatan yang terbatas.