Jangan Anggap Remeh, Ini Hal yang Tak Bisa Diselamatkan Jika Anak Terlanjur Stunting
- Freepik/rawpixel.com
JAKARTA – Isu stunting kembali jadi perbincangan hangat di kalangan masyarakat. Stunting sendiri adalah gangguan pertumbuhan dan perkembangan anak akibat kekurangan gizi kronis dan infeksi berulang di 1.000 hari pertama. Ini ditandai dengan panjang atau tinggi badannya yang berada di bawah standar.
Sementara itu, kasus stunting di Indonesia sendiri mengalami penurunan dari 24,4 persen di 2021 menjadi 21,6 persen di tahun 2022. Namun meski demikian, kasus ini masih terus menjadi sorotan terlebih 1 dari 3 bayi di Indonesia alami stunting. Scroll untuk informasi selengkapnya.
"1 dari 3 balita di Indonesia mengalami stunting. Hampir di seluruh provinsi di Indonesia mengalami stunting," kata spesialis kandungan dan kebidanan, dr. Boy Abidin, Sp.OG (k) dalam acara press conference Darya-Varia Generasi Sehat Bebas Stunting di kawasan Jakarta Selatan, Selasa 6 Februari 2024.
Lebih lanjut diungkap oleh Boy Abidin bahwa dampak yang ditakutkan dari stunting adalah tumbuh kembang otak. Dijelaskan oleh Boy, jika berbicara mengenai tumbuh kembang anak itu terjadi pada 3 tahun pertama atau 1.000 hari pertama kehidupan.
"85 persen, 90 persen perkembangan otak terjadi di usia 3 tahun pertama setelah itu tinggal 5 persen, tinggal 10 persen saja perkembangan. Jadi tidak ada lagi waktu untuk kita mundur balik," jelas dia.
Boy juga menjelaskan bahwa untuk proses pertumbuhan sel-sel otak memerlukan gizi yang seimbang mulai dari lemak, protein, karbohidrat, sehingga otak bisa berkembang dengan baik. Namun jika bahan bakunya kurang, gizinya buruk, maka otaknya tidak bisa berkembang dengan maksimal.
"Dengan otaknya yang tidak optimal maka meski distimulasi, diberi rangsangan, diajari tetap sudah maksimal perkembangannya berhenti di situ. Jadi itu perlu diperhatikan, hati-hati di 1.000 hari pertama kehidupan," jelas dia.
Sementara itu, ketika ditanya ketika anak sudah didiagnosis dengan stunting, dari sisi tinggi badan atau berat badan masih bisa dikejar. Hal ini berbanding terbalik dengan perkembangan kognitif anak.
"Yang bisa ditolong mungkin dari tinggi, berat badan. Dari sisi fisik, masih bisa dioptimalkan, dari sisi behaviour bisa dioptomalkan," jelasnya.
"Tapi kalau bicara masalah IQ, kecerdasan, effort-nya harus jauh lebih lagi. Jadi hati-hati, untuk ibu yang sedang hamil atau ingin punya anak ayo dikejar tiga tahun pertama atau 1.000 hari pertama kehidupan," ujarnya.
Maka dari itu, Boy mengimbau kepada ibu hamil atau calon ibu untuk mulai mempersiapkan diri jauh sebelum menikah, atau tepatnya sejak usia reproduksi atau hari pertama ketika menstruasi. Dengan menjaga pola asupan makanan, aktivitas fisik, hingga pola tidur.
"Kalau hamil dipersiapkan kalau mau punya anak cerdas itu harus sudah dipersiapkan sejak usia reproduksi, sejak pertama kali mens sudah harus dijaga dengan baik. Harapann 10-20 tahun ke depan Anda sudah punya anak yang pintar-pintar dan bisa memajukan Indonesia," pungkas dr Boy Abidin.