Hujan Bikin Gak Mood dan Kehilangan Energi? Bisa Jadi Tanda Depresi Musiman
- Freepik/jcomp
VIVA Lifestyle – Musim hujan telah tiba dan terus mengguyur sebagian besar kota di Indonesia setiap harinya. Dalam cuaca yang seperti ini, matahari jadi jarang muncul karena tertutup oleh awan mendung sehingga banyak orang yang memilih untuk berdiam di rumah.
Pergantian musim dan suhu ini ternyata dapat memengaruhi mood dan energi semua orang. Masalah tidur dan perasaan tidak bahagia yang terus-menerus bisa muncul dan menjadi gejala Seasonal Affcetive Disorder (SAD) atau depresi musiman. Meskipun SAD merupakan gangguan depresi berat yang berulang dan memiliki pola musiman, namun SAD tidak sama dengan depresi klinis. Yuk, scroll untuk info selengkapnya.
"Depresi musiman adalah jenis depresi yang terjadi pada waktu tertentu dalam setahun, biasanya selama musim gugur dan musim dingin ketika sinar matahari alami berkurang," kata psikiater Dr Rahul Rai Kakkar, melansir Health Shots, Sabtu 3 Februari 2024.
Penyebab pasti SAD belum sepenuhnya dipahami, namun diyakini terkait dengan kurangnya paparan sinar matahari. Berkurangnya sinar matahari dapat mengganggu jam internal tubuh (ritme sirkadian) dan memengaruhi produksi neurotransmiter tertentu seperti serotonin dan melatonin, sehingga berkontribusi terhadap gejala SAD.
Menurut penelitian tahun 2015 yang diterbitkan dalam jurnal Depression Research and Treatment, wanita dan mereka yang tinggal jauh dari garis khatulistiwa termasuk orang yang paling berisiko mengalami SAD.
Sedangkan, depresi adalah gangguan kesehatan mental yang ditandai dengan perasaan sedih, putus asa, dan kurangnya minat atau kesenangan dalam beraktivitas yang terus-menerus. Hal ini dapat memengaruhi berbagai aspek kehidupan seseorang, termasuk emosi, pikiran, dan kesejahteraan fisik. Penyebab depresi sangatlah kompleks dan dapat melibatkan kombinasi faktor genetik, biologis, lingkungan, dan psikologis.
Ada beberapa perbedaan antara depresi klinis dan depresi musiman. Pola musiman SAD ditandai dengan pola musiman, biasanya terjadi pada musim gugur dan musim dingin, sedangkan depresi dapat terjadi kapan saja sepanjang tahun.
Paparan cahaya sangat berpengaruh dalam hal ini. SAD dikaitkan dengan berkurangnya paparan sinar matahari. Sedangkan depresi tidak selalu terkait dengan kondisi cahaya tertentu.
SAD seringkali melibatkan tidur berlebihan dan peningkatan nafsu makan, terutama karbohidrat. Sedangkan depresi dapat bermanifestasi sebagai tidur berlebihan atau insomnia dan perubahan nafsu makan.
Meskipun kedua kondisi tersebut dapat dipengaruhi oleh faktor lingkungan, SAD lebih terkait erat dengan perubahan musim dan ketersediaan cahaya. Prevalensi SAD lebih umum terjadi di wilayah dengan perubahan musim yang berbeda-beda. Depresi, di sisi lain, adalah fenomena global.