Muncul Lagi Obat Sirop Terkontaminasi EG-DEG Picu Gagal Ginjal, BPOM Buka Suara

Ilustrasi - Obat sirup
Sumber :
  • ANTARA

JAKARTA – Badan Kesehatan Dunia (WHO) menemukan kembali obat sirop yang terkontaminasi etilen glikol (EG) dan dietilen glikol (DEG) di wilayah Mediterania Timur, Irak. Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) RI pun memberi penjelasan terkait hal itu serta keberadaan produknya di Indonesia.

Pada 7 Agustus 2023, WHO sempat mengeluarkan Medical Product Alert No. 6/2023 terkait dengan sirop obat substandar (terkontaminasi) yang teridentifikasi di Irak. Hasil pengujian sampel produk, menunjukkan adanya kontaminasi EG dan DEG pada produk melebihi ambang batas yang ditentukan. Scroll untuk info selengkapnya.

Obat sirop yang disebutkan dalam informasi WHO tersebut adalah produk COLD OUT dengan indikasi untuk mengobati dan meredakan gejala flu dan alergi. Produk ini diproduksi oleh Fourrts (India) Laboratories PVT. LTD, dan dipasarkan oleh Dabilife Pharma PVT. LTD, India. 

Hingga saat ini, kedua perusahaan tersebut belum memberikan penjelasan terkait jaminan keamanan dan mutu kepada WHO. Atas pemberitaan dari WHO itu, BPOM bergerak dengan menyelidiki keberadaan produk obat sirop itu di Indonesia. Hasilnya, produk obat tersebut nihil alias tak terdaftar di Indonesia.

"Berdasarkan penelusuran BPOM di sistem informasi registrasi obat, produk dari produsen Fourrts (India) Laboratories PVT. LTD tidak ada yang terdaftar di BPOM," tulis keterangan BPOM, dikutip Rabu 23 Agustus 2023.

Pihak BPOM sedang melakukan pengawasan secara komprehensif pre- dan post-market terhadap produk obat yang beredar di Indonesia termasuk secara daring. BPOM juga melakukan penelusuran pada beberapa marketplace dan tidak menemukan produk COLD OUT diedarkan di Indonesia.

BPOM akan terus memantau perkembangan isu produk sirop obat terkontaminasi EG dan DEG yang teridentifikasi di Irak maupun wilayah lain dan saat ini telah menjadi isu internasional. BPOM terus melakukan update informasi terkait penggunaan produk sirop obat melalui komunikasi dengan WHO dan badan otoritas obat negara lain.

"BPOM telah melakukan pengawasan, penindakan, dan penanganan yang komprehensif, serta berkolaborasi dengan kementerian atau lembaga atau stakeholders termasuk dengan WHO dan badan otoritas obat negara lain, untuk mencegah kejadian sirop obat yang mengandung cemaran EG dan DEG melebihi ambang batas aman tersebut berulang," tandas BPOM.

Sebelumnya pada awal Februari 2023, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mendapatkan laporan kasus Gangguan Ginjal Akut Progresif Atipikal (GGAPA), setelah nihilnya laporan sejak awal Desember 2022 lalu. Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) melakukan langkah responsif demi mencegah bertambah kembali kasus yang memakan ratusan korban anak-anak.

Ilustrasi konferensi pers BPOM terkait obat sirup yang mengandung EG dan DEG

Photo :
  • VIVA/Yandi Deslatama (Serang)

Berkaitan dengan kasus GGAPA pada Februari 2023, BPOM mendapatkan informasi dari Kemenkes pada 2 Februari 2023 adanya sirup obat yang diduga menjadi penyebab kasus GGAPA tersebut. BPOM kemudian melakukan langkah-langkah responsif dengan melakukan investigasi, penelusuran, pengambilan dan pengujian sampel, termasuk pemeriksaan ke sarana produksi.

Ada pun, dari hasil pemeriksaan dalam langkah responsif itu, disimpulkan bahwa sarana produksi masih memenuhi persyaratan Cara Pembuatan Obat yang Baik CPOB. Untuk mencegah kembali bertambahnya kasus serupa, maka BPOM mengimbau untuk mencatat berbagai perawatan yang diberikan pada anak saat bergejala.

"Masyarakat disarankan untuk mencatat obat yang diminum oleh putra atau putrinya, terutama yang berusia balita, dan menginformasikan obat yang dikonsumsi kepada tenaga kesehatan pada saat memeriksakan putra atau putrinya," tulis keterangan pers BPOM.

BPOM juga kembali mengimbau kepada masyarakat untuk selalu membeli dan memperoleh obat di sarana resmi, yaitu apotek, toko obat berizin, atau fasilitas pelayanan kesehatan. Jika ingin membeli obat secara online, pastikan obat diperoleh melalui apotek yang telah memiliki izin Penyelenggara Sistem Elektronik Farmasi (PSEF) dari Kementerian Kesehatan.

"Gunakan obat sesuai aturan pakai dan dosis yang tertulis pada etiket atau informasi pada kemasan obat," tambah BPOM.