Tak Ada Gejala Khas, Kanker Paru Kini Bisa Dideteksi Sejak Dini
- Freepik/pressfoto
JAKARTA – Kanker paru merupakan tumor ganas yang menyerang organ paru. Lebih dari 80 persen penderita kanker paru adalah perokok aktif maupun perokok pasif. Gejala kanker paru tidak ada yang khas sehingga sulit untuk dideteksi dini. Perlu dilakukan pemeriksaan fisik oleh dokter untuk menemukan kelainan yang sesuai dengan keluhan.
Berdasarkan prevalensi global dari American Lung Cancer Association, terdapat sekitar 500 ribu orang yang hidup dengan kanker paru-paru di Indonesia dan jumlah tersebut bisa lebih tinggi karena Indonesia memiliki jumlah perokok dan perokok pasif yang banyak. Namun, hanya 4 persen dari mereka yang hidup dengan kanker didiagnosis menderita kanker paru-paru setiap tahunnya, di mana 90 persen didiagnosis pada stadium lanjut. Scroll untuk info selengkapnya.
Se Whan Chon, Presiden Direktur AstraZeneca menekankan sangat penting untuk meningkatkan tingkat diagnosis yang rendah dan memperkuat sistem perawatan kesehatan untuk mendukung diagnosis dini dan skrining kanker paru-paru.
"Ketika kanker paru-paru terdeteksi pada stadium 1 dan 2, tingkat kelangsungan hidup meningkat secara signifikan, dan biaya terapi berkurang secara signifikan bagi pasien dan pemerintah," ujar Se Whan Chon, dalam acara Peluncuran Konsensus Skrining Kanker Paru Indonesia, di Jakarta, Rabu 23 Agustus 2023.
Di Indonesia, selama bertahun-tahun kanker paru tetap menjadi penyebab kematian akibat kanker nomor satu dan jumlah kasusnya terus meningkat setiap tahun. Data Globocan 2020 mengungkapkan kenyataan yang mengkhawatirkan untuk Indonesia, dengan 34.783 kasus baru yang terdiagnosis setiap tahun, dan mengakibatkan 30.843 kematian tragis.
Salah satu tantangan utama untuk kanker paru adalah lebih dari 90 persen pasien kanker paru terdiagnosis pada tahap lanjut. Hal ini mengakibatkan biaya pengobatan yang lebih tinggi, tetapi yang lebih penting adalah salah satu faktor penyebab utama tingginya angka kematian pasien.
Prof. Dr. dr. Elisna Syahruddin, Sp.P(K), Ph.D., Executive Director di Indonesian Association for the Study on Thoracic Oncology (lAST), menambahkan, Indonesia memiliki beban kesehatan besar untuk tatalaksana kanker paru tapi kematian akibat kanker paru tetap tinggi. Salah satu faktor tingginya angka kematian ini adalah sebagian besar penyakit didiagnosis pada stadium lanjut.
“Maka usaha untuk menurunkan angka kematian ini dengan terapi yang cepat dan tepat. Semua modalitas terapi telah tersedia, namun cara lain yang berefek positif dengan menemukannya dan memastikan diagnosis sedini mungkin melalui program skrining dan deteksi dini," jelasnya.
Di antara rekomendasi dalam Konsensus Nasional baru mengenai Skrining Kanker Paru, para ahli mendorong peralihan dari sinar-X dada yang tradisional menjadi prosedur yang lebih canggih yang dikenal sebagai tomografi Komputer berdosis rendah (LDCT), yang menggunakan komputer dengan sinar-X berdosis rendah untuk menghasilkan serangkaian gambar dan dapat membantu mendeteksi kelainan paru-paru, termasuk tumor.
Uji klinis di Amerika Serikat yang melibatkan lebih dari 50.000 peserta telah menunjukkan penurunan relatif 20 persen dalam kematian akibat kanker paru dengan Skrining LDCT (247 kematian per 100.000 orang-tahun) dibandingkan dengan sinar-X dada (309 kematian per 100.000 orang-tahun), karena deteksi kanker yang lebih awal.
Dengan terobosan teknologi baru, skrining kanker paru juga dapat dibantu dengan kecerdasan buatan, yang melibatkan penggunaan algoritma komputer dan teknik pembelajaran mesin untuk menganalisis data gambar medis, seperti CT scan atau sinar-X dada, atau gambar relevan lainnya.
Algoritma kecerdasan buatan in dapat membantu dalam mendeteksi nodul paru-paru, lesi, atau pola yang mencurigakan yang dapat mengindikasikan keberadaan kanker paru pada populasi berisiko tinggi.
Menurut Elisna, saat ini algoritma kecerdasan buatan dapat dilatih untuk mendeteksi dan menyoroti nodul atau lesi paru-paru dalam gambar meds. Mereka dapat membantu radiologis dalam mengidentifikasi pertumbuhan yang berpotensi kanker pada tahap awal.
"Kunci untuk mengurangi kematian akibat kanker paru di Indonesia adalah deteksi dini, yang memungkinkan para penyedia layanan kesehatan untuk menawarkan perawatan yang paling sesuai untuk pasien. Dengan deteksi lebih awal, ada juga peluang penyembuhan yang lebih besar,” tutur Elisna.
“Di Indonesia, sangat penting bahwa skrining LDCT digunakan sebagai alat skrining utama dan sinar-X dada dapat didukung oleh kecerdasan buatan untuk perokok aktif dan perokok pasif berusia 45-75 tahun, dengan riwayat keluarga menderita kanker paru-paru, jika kita ingin segera menyelamatkan lebih banyak nyawa dari kanker paru," tambahnya.
Dalam rangka memperingati Hari Kanker Paru Sedunia 2023, Yayasan Kanker Indonesia, bekerja sama dengan AstraZeneca, Indonesian Association for the Study on Thoracic Oncology (IASTO), dan Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI), meluncurkan 'Konsensus Skrining Kanker Paru Indonesia.' Inisiatif terobosan ini sejalan dengan strategi transformasi pelayanan kesehatan Kementerian Kesehatan, yang berfokus pada promotif dan preventif.
Yayasan Kanker Indonesia mendesak pemerintah untuk mengalokasikan dan dan menerapkan kebijakan kesehatan yang memperkuat akses ke skrining kanker paru, dimulai dari populasi berisiko tinggi berdasarkan hasil dari pengisian Kuesioner Profil Risiko Kanker Paru.