Benarkah BPA Tingkatkan Potensi Obesitas pada Anak dan Remaja?

Ilustrasi anak gemuk/obesitas.
Sumber :
  • iStockphoto.

JAKARTA – Sebuah penelitian yang diterbitkan dalam Journal of American Medical Association pada September 2012, telah mengungkap potensi dampak kesehatan dari bisfenol-A (BPA), bahan kimia yang umum ditemukan dalam plastik keras (polikarbonat) dan resin epoksi pelapis kaleng kemasan pangan. 

Studi yang dilakukan oleh tim peneliti dari New York University School of Medicine ini menunjukkan adanya korelasi antara kadar BPA yang tinggi pada urine anak-anak dan remaja dengan peningkatan kemungkinan obesitas. Scroll untuk info selengkapnya.

Temuan yang mengkhawatirkan ini sejak saat itu makin mengintensifkan pembicaraan seputar potensi risiko kesehatan yang terkait dengan paparan BPA di Amerika Serikat, dan kemudian di banyak negara di dunia.

Cakupan penelitian dianggap cukup komprehensif. Penelitian ini melibatkan 2.838 partisipan berusia antara 6 hingga 19 tahun. Ukuran sampel juga dinilai besar dan beragam, yang mewakili populasi Amerika Serikat. 

Hubungan yang ditarik antara BPA dan obesitas menyoroti masalah kesehatan masyarakat yang mendesak, sehingga memerlukan penelitian lebih lanjut dan perubahan kebijakan potensial untuk membatasi paparan BPA di kalangan anak-anak dan remaja.

Sonya Lunder, seorang analis riset senior dari Environmental Working Group (EWG), mempertanyakan pendekatan FDA (badan pengawas obat dan makanan di Amerika Serikat) terhadap regulasi bisfenol-A (BPA). 

Meskipun ada banyak masalah kesehatan yang berkaitan dengan paparan BPA, ia mengatakan FDA belum memberlakukan pembatasan penggunaan BPA dalam kemasan makanan, minuman, dan susu formula bayi

Lunder menekankan bahwa penelitian di atas menjelaskan peran potensial BPA dalam krisis obesitas pada anak yang terus meningkat di Amerika, sebuah keadaan darurat kesehatan masyarakat yang serius.

Meskipun mengakui bahwa banyak faktor yang berkontribusi terhadap epidemi obesitas pada anak, Lunder mengusulkan agar FDA dapat mengambil tindakan segera untuk mengatasi salah satu penyebabnya, yakni BPA. 

Ilustrasi BPA.

Photo :
  • Pixabay.

Dia menyarankan pelarangan penuh BPA dari sistem pangan nasional di Amerika, dimulai dengan susu formula bayi, sehingga ini dapat membantu meringankan masalah kesehatan. Advokasi Lunder untuk regulasi BPA yang lebih ketat menggarisbawahi kebutuhan mendesak akan respons komprehensif terhadap risiko kesehatan yang ditimbulkan oleh bahan kimia BPA.

Dalam sebuah perkembangan yang signifikan, FDA telah mengumumkan pada Juli 2011 bahwa BPA tidak lagi diizinkan dalam botol bayi, gelas plastik keras, dan kaleng susu formula. Namun, langkah ini dianggap memiliki dampak yang terbatas pada kesehatan anak-anak. 

Sebelum ada keputusan FDA, protes publik dan undang-undang tingkat negara bagian (antara lain di negara bagian California) telah mengarah kepada penghapusan BPA dari seluruh kemasan pangan. Jadi, meskipun keputusan FDA merupakan langkah positif, keputusan tersebut dianggap EWG belum cukup.

Meskipun BPA telah dihapuskan dari produk-produk tertentu, sumber utama paparan BPA bagi sebagian besar orang Amerika masih berasal dari kemasan pangan mereka. Secara khusus, lapisan epoksi yang digunakan untuk melapisi kaleng susu formula bayi dan sebagian besar kaleng makanan dan minuman aluminium lainnya yang dijual di Amerika Serikat mengandung BPA. 

Ini berarti bahwa meskipun telah ada upaya untuk membatasi BPA pada barang-barang tertentu, paparan yang lebih luas melalui kemasan pangan tetap menjadi perhatian yang signifikan.

Bisfenol-A (BPA), bahan kimia yang biasa digunakan dalam berbagai jenis kemasan, diketahui mudah larut ke dalam cairan yang bersentuhan dengannya. Sifat ini menimbulkan masalah kesehatan yang signifikan, karena bahan kimia tersebut dapat masuk ke dalam tubuh manusia melalui konsumsi cairan yang diwadahi dalam kemasan mengandung BPA ini.

Ilustrasi bayi minum dari botol susu.

Photo :
  • Pixabay/Ben_krckx

Pada 2007, sebuah pengungkapan signifikan dibuat oleh EWG. Mereka menemukan bahwa empat produsen susu formula terkemuka di dunia menggunakan BPA dalam kaleng susu formula mereka. Ini menunjukkan adanya potensi yang signifikan bagi bayi untuk terpapar bahan kimia ini. 

Saat ini, FDA sedang mempertimbangkan petisi untuk melarang penggunaan BPA dalam susu formula bayi, sebuah langkah yang dapat menandai pergeseran besar dalam pendekatan industri terhadap pengemasan dan keamanan. Penelitian yang dilakukan oleh New York University School of Medicine di atas menambah jumlah penelitian yang melibatkan bisfenol-A (BPA) dalam beragam masalah kesehatan serius pada manusia. 

Temuan ini dibangun berdasarkan penelitian sebelumnya, memberi bukti tambahan tentang potensi bahaya yang terkait dengan paparan BPA. Risikonya jauh melampaui hubungan yang dilaporkan secara luas dengan obesitas, menggarisbawahi perlunya studi komprehensif dan kemungkinan perubahan kebijakan terkait penggunaan BPA.

Di antara masalah kesehatan yang disoroti oleh penelitian ini adalah penyakit kardiovaskular dan diabetes, yang keduanya memiliki implikasi substansial bagi kesehatan masyarakat. Selain itu, penelitian ini juga mengindikasikan adanya hubungan potensial antara paparan BPA dan masalah kesuburan pada pria dan wanita, serta sindrom ovarium polikistik. 

Temuan-temuan ini menggarisbawahi urgensi penelitian lebih lanjut dan langkah-langkah regulasi untuk mengatasi potensi risiko kesehatan yang ditimbulkan oleh BPA.

Di Indonesia, BPA ditemukan pada galon pakai ulang produk air minum dalam kemasan (AMDK). Zat ini berfungsi untuk mengeraskan plastik. Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) di Indonesia sudah merancang peraturan yang akan mewajibkan produsen AMDK untuk melabeli galon-galon mereka dengan label “Berpotensi Mengandung BPA”. Namun, rancangan peraturan itu belum ditetapkan.