Studi: Air Minum Kemasan Mengandung Mikroplastik Berbahaya
VIVA Lifestyle – Air minum dalam kemasan plastik yang kita minum sehari-hari ternyata mengandung mikroplastik berbahaya. Hal ini terungkap dari hasil penelitian global yang dilakukan oleh State University of New York at Fredonia dan didukung oleh organisasi media nirlaba di Amerika Serikat, Orb Media.
Penelitian ini menguji 259 botol air minum dari 11 merek yang dijual di delapan negara, termasuk air minum yang diproduksi market leader Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) di Indonesia. Hasilnya, 93 persen AMDK yang menjadi contoh ternyata mengandung mikroplastik. Scroll untuk info selengkapnya.
"Indonesia menjadi salah satu negara yang diambil sampelnya karena memiliki pangsa besar air minum dalam kemasan. Tim peneliti mengambil 30 botol merek milik market leader AMDK dari Jakarta, Bali, dan Medan dan dibawa ke New York pada November 2017 untuk diuji di laboratorium State University of New York at Fredonia," demikian paparan tim peneliti via publikasi rilis mereka, dikutip VIVA, Minggu 7 Mei 2023.
Hasilnya sangat mengkhawatirkan, karena setiap botol merek yang diproduksi market leader di Indonesia, rata-rata mengandung 382 mikroplastik partikel per liter. Bahkan, kandungan mikroplastik terbanyak ada dalam 1 sampel botol produk market leader yang mencapai 4.713 partikel mikroplastik per liter.
"Ukuran mikroplastik yang ditemukan beragam, mulai dari 6,5 mikrometer atau setara sel darah merah, hingga lebih dari 100 mikrometer atau setara dengan diameter rambut manusia,” papar riset tersebut.
Paparan dari banyak temuan hasil riset, kandungan mikroplastik dalam air minum dapat menimbulkan dampak kesehatan yang serius bagi manusia. Ahli toksikologi dari Universitas Indonesia, Budiawan, menyatakan bahwa partikel mikroplastik berukuran sama atau lebih kecil dari sel manusia berpotensi menjadi bahaya, karena dapat diserap dan masuk ke dalam aliran darah. Selain itu, akumulasi mikroplastik dalam tubuh dapat mengganggu kerja organ vital seperti ginjal dan hati.
"Akumulasi terjadi kalau tubuh tidak mengeluarkan partikel asing secara alami lewat ekskresi,” kata Budiawan.
Ahli nutrisi Alumni FKUI Tan Shot Yen, juga mengatakan, semakin kecil partikel mikroplastiknya, semakin mudah dan semakin banyak diserap sel. Tan merunjuk salah satu penelitian dari Pusat Informasi Bioteknologi Nasional Amerika Serikat tentang dampak partikel itu terhadap plankton di perairan bebas yang telah tercemar.
"Dampak terberatnya adalah gangguan pertumbuhan dan reproduksi. Tentu saja, jika mencetuskan radikal bebas, risiko kanker tidak bisa ditepis,” kata Tan.
Di luar botol plastik, riset terbaru yang dilakukan oleh para peneliti dari Fakultas Kelautan dan Perikanan (FKP), Universitas Hasanuddin (Unhas), Makassar, bekerja sama dengan lembaga FMCG Insights menunjukkan, air minum dalam kemasan (AMDK) gelas plastik ternyata juga paling banyak terkontaminasi mikroplastik.
Penelitian ini dilakukan terhadap beberapa merek AMDK dalam berbagai bentuk kemasan, yaitu botol, galon, dan gelas. Dari tiap-tiap merek dan kemasan diambil sampel empat buah. Hasil penelitian ini kemudian mendapati bahwa hanya ada lima dari total 48 sampel yang tidak terkontaminasi oleh mikroplastik.
"Dengan kata lain, ada 89,6 persen sampel AMDK yang terkontaminasi mikroplastik,” kata Khusnul Yaqin, salah satu peneliti utama yang bersama timnya melakukan penelitian dan pengambilan sampel di Makassar, Sulawesi Selatan.
Berdasarkan hasil penelitian timnya, ia mengatakan, mikroplastik yang ditemukan di dalam AMDK bisa juga berasal dari sumber air bakunya atau mikroplastik yang ada di udara pada saat proses pengemasan AMDK.
"Yang menjadi perhatian saat ini adalah keberadaan mikroplastik dalam jumlah besar di badan perairan, yang bisa berakibat fatal bagi biota laut,” kata ahli ekotoksikologi itu.