Aminah dan Perjuangannya Atasi Stunting Buah Hati Lewat Penghasilan Sebagai Pemulung

Aminah, pemulung di TPA Kebon Kongok, Lombok Barat, NTB.
Sumber :
  • VIVA/Adinda Permatasari

VIVA Lifestyle – Aminah, seorang pemulung asal Desa Perampuan, Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat (NTB), hampir setiap hari menghabiskan sebagian besar harinya di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Kebon Kongok di Desa Suka Makmur, Kabupaten Lombok Barat, NTB.

Yang didapatnya pun tak seberapa, sekitar Rp200 ribu per dua minggu. Uang itu harus dengan cermat dia bagi untuk memberi makan dua anaknya.

Karena harus memulung dari jam 08.00-16.00, dia pun terpaksa menitipkan anaknya kepada ibunya. Akibatnya, dia tak bisa 100 persen mengawasi asupan makanan anak bungsunya yang berusia 1,5 tahun.

Aksi Gizi Generasi Maju oleh Danone Indonesia.

Photo :
  • ist

Hingga sekitar tiga bulan lalu, catatan di Posyandu tempatnya rutin memeriksa perkembangan anaknya, menyebut bahwa anaknya itu mengalami stunting.

"Beratnya kurang, tingginya kurang. Karena ditinggal sama neneknya, sering dikasih makan snack," cerita Aminah saat ditemui di TPA Kebon Kongok, beberapa waktu lalu.

Ketika tahu anaknya mengalami stunting, Aminah langsung mengambil langkah dengan memperbaiki asupan makanannya.

"Ikan, telur. Setiap hari dia makan telur. Suka dia makan telur," ujar Aminah.

Syukur, berkat asupan makanan yang diperbaiki, anaknya mengalami perkembangan berarti. Berat badannya pun mengalami perubahan dari 9kg, dalam dua bulan naik menjadi 10,9kg.

TPA Kebon Kongok, Kabupaten Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat.

Photo :
  • VIVA/Adinda Permatasari

Aminah mungkin hanya satu dari sekian banyak orangtua di Provinsi NTB yang mengalami masalah stunting. Wakil Gubernur Nusa Tenggara Barat, Dr. Hj. Sitti Rohmi Djalilah, mengatakan bahwa angka stunting di NTB saat ini menyentuh 16,9 persen dari seluruh anak yang ada di provinsi itu. Artinya, ada 75.503 anak di NTB yang masih mengalami stunting.

Selain pengetahuan yang masih kurang mengenai asupan makanan bergizi untuk anak, lingkungan juga memberi dampak pada pemberian nutrisi anak.

Terlebih Aminah yang pekerjaannya kontak langsung dengan sampah, yang banyak terdapat kuman penyebab sakit.

Aminah, pemulung di TPA Kebon Kongok, Lombok Barat, NTB.

Photo :
  • VIVA/Adinda Permatasari

Dalam acara edukasi Aksi Gizi Generasi Maju yang digagas Danone Indonesia di Lombok, Dokter spesialis anak, dr. Ananta Fittonia Benvenuto, M.Sc, Sp.A mengatakan, anak-anak yang berada di lingkungan rentan terpapar penyakit infeksi seperti di TPA perlu dipastikan mendapat asupan makanan dengan gizi seimbang dan kaya protein hewani.

"Hal tersebut penting mengingat protein memainkan peran penting dalam memberi kekuatan pada sel T atau limfosit T tubuh,  salah satu jenis sel darah putih yang bertugas melawan infeksi, baik bakteri maupun virus penyebab penyakit," kata dia.

Sementara itu, dr. Nurul Ratna Mutu Manikam, M.Gizi, Sp.GK menambahkan, konsumsi telur sebagai MPASI bisa menurunkan prevalensi stunting hingga 47 persen dan gizi buruk 74 persen.

"Minimal satu butir telur per hari yang ditambahkan pada MPASI anak usia 6-9 bulan selama 6 bulan," jelasnya.