BPOM Prihatin Kasus Gangguan Ginjal Akut Akibat Obat Sirop Masih Bertambah
- Pixabay/ Original_Frank
VIVA Lifestyle – Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Penny K. Lukito mengaku prihatin dengan bertambahnya kasus gangguan ginjal akut (GGA) pada anak akibat obat batuk sirop mengandung diethylene glycol (DEG) dan ethylene glycol (EG). Penny menjelaskan kasus GGA pada anak ini tidak hanya terjadi di Indonesia melainkan negara-negara lainnya.
"Ini (kasus GGA) terjadi lagi di negara lain. Kami sangat prihatin," kata Penny, ditemui di Cikarang, Jawa Barat, Senin, 30 Januari 2023. Scroll selanjutnya ya.
Kepala BPOM Penny menegaskan pihaknya telah berupaya sehingga berhasil menemukan para tersangka dari industri farmasi dan pihak terkait lainnya. Penny menilai, BPOM RI termasuk yang paling tanggap menelusuri sehingga dapat menghentikan penambahan kasus GGA pada anak.
"Apa yang terjadi di Indonesia ini kami share, bagaimana proses BPOM menelusur dan dapatkan siapa pelakunya. Dibandingkan negara lain, BPOM termasuk yang tercepat segera menghentikan sehingga korban tidak bertambah lagi," kata Penny.
Lebih dalam, kasus GGA pada anak di Indonesia tercatat hingga 324 kasus dengan memakan korban jiwa. Di negara lain pun kasus serupa berakibat fatal, sehingga Penny menjelaskan bahwa BPOM telah membagikan proses penelusuran dan gerak cepat dalam menghentikan kasus GGA.
"Sangat disayangkan masih terjadi hal tersebut sehingga kita share (proses penelusuran) dengan WHO dan negara-negara itu," ujar Penny.
Dikutip laman The Health Site, selama beberapa minggu terakhir, WHO telah menyoroti keberadaan dua bahan kimia yang sangat beracun dalam sirup obat batuk yang digunakan secara besar-besaran untuk anak-anak. Dua bahan kimia beracun yang ditemukan dalam sirup obat batuk yang terkontaminasi adalah diethylene glycol (DEG) dan ethylene glycol (EG).
"Ini adalah bahan kimia beracun yang digunakan sebagai pelarut industri dan agen antibeku, yang dapat tertelan secara fatal bahkan dalam jumlah kecil, dan tidak boleh ditemukan dalam obat-obatan," kata WHO dalam pernyataannya.
Tingginya kadar kedua bahan kimia beracun ini terkait langsung dengan penyebab komplikasi parah pada tubuh orang yang mengkonsumsinya, terutama anak-anak, yang rentan terhadap penyakit asing tersebut. Negara-negara yang paling banyak mengalami kasus kematian akibat sirup obat batuk yang terkontaminasi adalah Gambia, Indonesia, dan Uzbekistan.
WHO juga telah memperingatkan bahwa sebagian besar dari anak-anak ini berusia di bawah lima tahun. Pejabat WHO telah mengeluarkan peringatan terhadap tiga produk medis global sejak 2022. Dari enam perusahaan obat tersebut berasal dari India dan Indonesia.
"Menyadari meningkatnya kasus kematian akibat konsumsi sirup obat batuk, WHO mengatakan bahwa sebagian besar kasus ini tidak terisolasi, dan tindakan segera dan terkoordinasi penting untuk menjaga agar situasi yang memburuk tetap terkendali," kata WHO.
Ini bukan pertama kalinya WHO memperingatkan penggunaan sirup obat batuk karena adanya bahan kimia beracun. Pada bulan Oktober 2022, dikeluarkan peringatan atas sirup obat batuk yaitu Promethazine Oral Solution, Kofexmalin Baby Cough Syrup, Makoff Baby Cough Syrup, dan Magrip N Cold Syrup. Semua sirup obat batuk ini diproduksi oleh Maiden Pharmaceuticals Limited, Haryana, India.
Kemudian pada bulan November, WHO mengeluarkan peringatan lagi atas delapan produk, termasuk Sirup Obat Batuk Unibebi, Obat Tetes Unibebi Demam Paracetamol, dan Sirup Unibebi Demam Paracetamol, yang diidentifikasi di Indonesia dan diproduksi oleh PT Afi Farma. Peringatan ketiga terhadap sirup obat batuk dikeluarkan awal bulan ini terhadap penggunaan dua sirup obat batuk ‘di bawah standar’ yang diproduksi oleh Marion Biotech, India. Sirup obat batuk ini dikaitkan dengan kematian 18 anak di Uzbekistan.