Picu Kematian Pria di Korsel, Ini 5 Fakta Mengejutkan Amoeba Pemakan Otak

Naegleria fowleri atau amuba pemakan otak dilihat melalui mikroskop
Sumber :
  • http://ruby.fgcu.edu

VIVA Lifestyle – Korea Selatan pada Senin, 26 Desember 2022, melaporkan kasus pertama infeksi dari Naegleria fowleri atau amoeba pemakan otak, demikian menurut laporan The Korea Times. Usai terinfeksi, hanya selang beberapa hari nyawa pasien tak bisa diselamatkan.

Pihak berwenang mengatakan seorang warga negara Korea berusia 50 tahun, yang baru saja kembali dari Thailand, meninggal 10 hari setelah menunjukkan gejala infeksi yang jarang terjadi namun fatal itu. Badan Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Korea (KDCA) mengungkapkan, pria itu tinggal di Thailand selama empat bulan sebelum memasuki Korea Selatan pada 10 Desember 2022. Scroll untuk informasi selengkapnya.

Sehari kemudian, dia dibawa ke ruang gawat darurat setelah menderita sakit kepala, muntah, pegal di leher dan bicara cadel. Pria itu meninggal pada 21 Desember. Otoritas kesehatan menjalankan sejumlah tes untuk menentukan penyebab pasti kematiannya dan ditemukan infeksi yang disebabkan oleh Naegleria fowleri.

Berikut fakta amoeba pemakan otak dikutip laman Indian Express, Kamis 29 Desember 2022. 

ilustrasi otak manusia.

Photo :
  • Pixabay

Ditemukan di Australia
Naegleria adalah amoeba, organisme bersel tunggal, dan hanya satu spesiesnya, yang disebut Naegleria fowleri, yang dapat menginfeksi manusia, demikian menurut Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) AS. Ini pertama kali ditemukan di Australia pada tahun 1965 dan umumnya ditemukan di perairan air tawar yang hangat, seperti mata air panas, sungai, dan danau.

Menginfeksi lewat hidung ke otak
Amoeba memasuki tubuh manusia melalui hidung dan kemudian berjalan ke otak. Ini biasanya dapat terjadi ketika seseorang berenang atau menyelam, atau bahkan ketika mereka mencelupkan kepala ke dalam air tawar. Dalam beberapa kasus, ditemukan orang terinfeksi ketika mereka membersihkan lubang hidungnya dengan air yang terkontaminasi. 

Para ilmuwan belum menemukan bukti penyebaran Naegleria fowleri melalui uap air atau tetesan aerosol. Begitu Naegleria fowleri masuk ke otak, ia menghancurkan jaringan otak dan menyebabkan infeksi berbahaya yang dikenal sebagai meningoencephalitis amoeba primer (PAM), menurut CDC.

Gejala mirip meningitis
CDC mengatakan tanda-tanda pertama PAM mulai muncul dalam satu hingga 12 hari setelah infeksi. Pada tahap awal, gejalanya mungkin mirip dengan meningitis, yaitu sakit kepala, mual, dan demam. Pada tahap selanjutnya, seseorang dapat menderita leher kaku, kejang, halusinasi, dan bahkan koma. 

Badan kesehatan masyarakat AS juga mengamati bahwa infeksi menyebar dengan cepat dan rata-rata menyebabkan kematian dalam waktu sekitar lima hari. Kematian PAM sedemikian rupa sehingga hanya empat orang yang selamat dari 154 orang yang diketahui terinfeksi di Amerika Serikat dari tahun 1962 hingga 2021, CDC menyebutkan.

Ilustrasi meningitis

Photo :
  • The Sun

Kombinasi obat
Karena infeksi Naegleria fowleri jarang terjadi dan berkembang dengan cepat, para ilmuwan belum dapat mengidentifikasi pengobatan yang efektif. Saat ini, dokter mengobatinya dengan kombinasi obat-obatan, antara lain amphotericin B, azithromycin, fluconazole, rifampisin, miltefosine, dan dexamethasone.

Perubahan cuaca percepat berkembangbiak
Menurut CDC, dengan meningkatnya suhu global, kemungkinan terkena infeksi Naegleria fowleri akan meningkat karena amoeba tumbuh subur di badan air tawar yang hangat. Organisme ini paling baik tumbuh pada suhu tinggi hingga 46°C dan terkadang dapat bertahan hidup pada suhu yang lebih tinggi lagi.

Berbagai penelitian terbaru menemukan bahwa kelebihan karbon dioksida atmosfer telah menyebabkan peningkatan suhu danau dan sungai. Ia juga menambahkan bahwa awalnya infeksi di AS sebagian besar dilaporkan di negara bagian selatan, namun, dalam beberapa tahun terakhir, infeksi juga terlihat di negara bagian utara. Sejauh ini, Naegleria fowleri telah ditemukan di semua benua dan dinyatakan sebagai penyebab PAM di lebih dari 16 negara.

“Kondisi ini memberikan lingkungan yang lebih menguntungkan bagi amuba untuk tumbuh. Gelombang panas, ketika suhu udara dan air mungkin lebih tinggi dari biasanya, juga memungkinkan amuba berkembang biak," kata situs web CDC.