Berisiko Tinggi COVID-19, Pasien Kanker Perlu Vaksin Monoklonol untuk Perlindungan Ekstra
- Pexels/Maksim Goncharenok
VIVA Lifestyle – Pasien kanker merupakan salah satu kelompok rentan terhadap risiko penyebaran COVID-19. Mereka berisiko tinggi karena sistem kekebalan yang terganggu.
Kekebalan tubuh pasien kanker lemah sehingga tubuh mereka kurang mampu melawan penyakit dan infeksi, termasuk virus penyebab COVID-19. Pasien kanker memiliki risiko lebih tinggi mengalami keparahan, perawatan di rumah sakit dan kematian akibat COVID-19.
Salah satu penyebabnya adalah kondisi respons imun pasien yang belum cukup memadai untuk memberikan proteksi terhadap penyakit/infeksi, salah satunya virus SARS-Cov-2, penyebab COVID-19. Kondisi tersebut dapat berasal dari kanker itu sendiri maupun efek samping dari terapi kanker.
Dokter Spesialis Penyakit Dalam Konsultan Hemato-Onkologi Medik, dr. Jeffry Beta Tenggara, Sp.PD-KHOM, menjelaskan bahwa ada beberapa klasifikasi pasien kanker yang rentan terhadap COVID-19.
"Pertama yang sedang menjalani kemo. Akan Diikuti fase aplasia, ditandai dengan penurunan Hb, leukosit, trombosit. Saat leukosit turun kekebalan tubuh turun juga," jelasnya dalam webinar AstraZeneca '#LindungiYangRentandariCovid: Apakah Pasien Kanker Bisa Terlindungi Secara Optimal dari COVID-19?', Kamis 15 Desember 2022.
Kelompok rentan lainnya adalah pasien yang menjalani intensif radioterapi, misalnya di daerah tulang belakang atau panggul di mana itu juga akan terjadi penurunan sel darah. Selanjutnya, kelompok pasien yang menjalani stem cell transplant dalam enam bulan terakhir di mana mereka juga bisa aplasia.
Sama dengan orang yang tidak mengidap kanker, kelompok rentan ini juga perlu mendapat perlindungan melalui vaksin. Sayangnya, respons vaksin pada pasien kanker tidak sebaik orang nonkanker. Meskipun antibodi tetap lebih baik dibandingkan yang tidak mendapat vaksin.
Dokter Jeffry menegaskan, meskipun pasien sedang melakukan pengobatan aktif atau maintenance, vaksin tetap bermanfaat sebagai perlindungan. Sebab, antibodinya menjadi lebih tinggi.
“Terdapat kelompok pasien kanker yang berisiko belum mendapatkan perlindungan yang sama optimalnya dengan masyarakat sehat, bahkan setelah pemberian vaksin. Maka pada kelompok pasien tersebut, imunisasi pasif berupa antibodi monoklonal dapat menjadi opsi sebagai extra protection,” tambah dokter Jeffry.
Antibodi monoklonal menargetkan Spike Protein Virus COVID-19 sebagai pencegahan (Preexposure Prohylaxis/PrEP) terhadap Infeksi SARS-CoV-2. Berdasarkan penelitian yang sudah dilakukan, antibodi monoklonal dapat mencegah terjadinya infeksi COVID-19 pada Kelompok Rentan, salah satunya adalah pasien kanker.
Di sisi lain, antibodi monoklonal dapat memberikan perlindungan jangka panjang hingga 6 bulan dan efektif melawan virus SARS-Cov-2 yang telah bermutasi.
Efektivitas Vaksin COVID-19 berkurang pada individu dengan gangguan fungsi sistem imun. Sebagai solusi, individu dengan gangguan sistem imun memerlukan opsi tambahan untuk mendapatkan perlindungan yang lebih optimal terhadap infeksi COVID-19.
Menurut dokter Jeffry, perbedaan vaksinasi aktif dengan monoklonal adalah vaksinasi aktif memaparkan sebagian virus ke tubuh untuk dikenali sistem imun dan membentuk sistem perlawanan.
"Tentaranya dilatih, dikasih dummy musuh, dikenalkan sehingga mereka tahu kalau ketemu musuh seperti itu cara melawannya bagaimana. Tapi kalau tentara gak cukup kuat, dikasih imunisasi pasif juga, dikasih tambahan dari luar. Jadi imunisasi pasif ini gak memancing imunitas untuk melawan infeksi, tapi kita kasih alat tentara baru yang memang didesain untuk melawan infeksi virus," urainya.
Pada antibodi monoklonal, lanjut dokter Jeffry, pasien langsung diberikan perlindungan dalam bentuk antibodi. Karena, pasien kanker yang menjalani kemo kemungkinan tidak memberikan perlindungan cukup sehingga ditambahkan dari luar untuk meningkatkan suplai melawan COVID-19.
Pentingnya pemberian vaksin, baik aktif maupun pasif pada pasien kanker, adalah untuk mencegah terjadinya COVID-19 yang berat. Perlu diingat bahwa vaksin memang tidak bisa 100 persen mencegah COVID-19, namun tujuan utamanya adalah mencegah gejala yang lebih berat.