BPOM Kantongi 6 Ribu Tautan Obat Sirup Tercemar Etilen Glikol di Lapak Online
- Pexels/Cottonbro
VIVA Lifestyle – Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menguak temuan terbaru terkait obat sirup yang beredar di masyarakat. Dituturkan BPOM bahwa pihaknya mengantongi lebih dari 6 ribu tautan yang menjual produk obat sirup di lapak online, di mana tak sesuai mutu bahkan mengandung cemaran Etilen Glikol (EG) dan Dietilen Glikol (DEG).
Kepala BPOM Penny K Lukito menyebutkan bahwa pihaknya menemukan ribuan lapak online yang menjual obat sirup dari salah satu produsen yang tak memenuhi standard mutu lantaran mengandung EG dan DEG. Penny menyayangkan di mana obat sirup itu masih dijual bebas di lapak online, sementara sudah ada keterangan tegas soal bahaya cemaran di dalamnya oleh BPOM dan Kementerian Kesehatan. Scroll untuk simak artikel selengkapnya.
"Deputi Bidang Penindakan ada Direktorat Cyber Patrol, telah diidentifikasi ada 6.001 tautan link yang menjual produk tersebut. Kita baru saja merilis bahwa produk ini berbahaya, masih ada menjual 6.001," ujar Kepala BPOM dalam keterangan persnya, di kanal YouTube BPOM, Kamis 17 November 2022.
Ada pun pihak BPOM telah menurunkan lebih dari 6 ribu tautan di lapak online tersebut secara bertahap. Hingga Rabu 16 November 2022, tersisa tiga link atau tautan produk obat yang tidak aman yang masih beredar di lapak online. Penny mengimbau masyarakat agar membeli produk obat sirup hanya di platform yang memiliki sertifikat dari Kemenkes.
Dengan masih beredarnya produk obat berbahaya ini membuat BPOM merasa sangat membutuhkan kebijakan baru dari ranah hukum terkait penindakan tegas untuk memberi efek jera pada para pelaku. Sebab, Penny menegaskan peran BPOM tak sekadar memberi edukasi namun juga pengawasan terhadap jaminan mutu dan keamanan obat dan makanan.
"Tentu BPOM membutuhkan payung hukum yang kuat untuk tugas pengawasan, untuk pengembangan dunia usaha kita mengedukasi masyarakat, melakukan pengawasan, melakukan penindakan. Peran BPOM sangat-sangat besar dengan keterbatasan yang ada," kata dia.
Terkait kebijakan yang dimaksud, Penny mengatakan bahwa sempat ada pembahasan terkait ranah hukum untuk jaminan mutu dan keamanan pangan dan obat di DPR. Namun, di tahun 2019 terhenti karena satu dan lain hal. Penny berharap, dengan kasus gangguan ginjal akut ini membuat DPR kembali membahas kebijakan terkait.
"(Kejahatan) semakin meluas sehingga BPOM tentu (membutuhkan) penguatan dan itu dimulai dengan Undang-undang. Proses sudah berjalan sebetulnya sejak 2018-2019 inisiatif DPR. Tetapi terhenti. Tentunya kami mengimbau DPR untuk mulai kembali proses tersebut dan pemerintah untuk membereskan. Harapannya BPOM ada di sana, terlibat dalam pembuatan tersebut. Kami sudah berkomunikasi dengan pihak terkait," ujarnya.