Pemerintah Mau Indonesia Mandiri dalam Hal Obat, Tapi Herbal Masih Hadapi Kendala

Ilustrasi obat herbal.
Sumber :
  • Pixabay/Vijayanarashimha

VIVA Lifestyle – Obat herbal saat ini telah memiliki banyak peminat, meski memang masih berada di bawah obat kimiawi. Dalam hal ini, obat herbal dengan uji klinis atau fitofarmaka pun sudah mendapat kepercayaan masyarakat baik di dalam Indonesia dan juga dunia.

Perusahaan farmasi pun meyakini, bila tujuan pemerintah untuk menjadikan Indonesia mandiri dalam industri farmasi nasional dapat terwujud. Scroll untuk berita selengkapnya.

Molecular Pharmacologist yang juga menjabat sebagai Director of Research and Business Development Dexa Group, Prof Raymond Tjandrawinata mengatakan, Indonesia kaya akan tumbuhan obat atau herbal. Namun, perlu uji klinis agar tumbuhan tersebut bisa dijadikan obat yang aman dikonsumsi oleh pasien.

"Saya yakin keinginan pemerintah agar Indonesia mandiri dalam kebutuhan obatnya bisa terwujud, karena negara kita kaya akan bahan herbal. Tapi memang, perlu uji klinis dan itu tidak sebentar, uji klinis ini bisa sampai belasan bahkan puluhan kali hingga memakan waktu berbulan-bulan," katanya di ICE BSD, Tangerang, baru-baru ini.

Ilustrasi ramuan obat herbal.

Photo :
  • Pixabay/ condesign

Bahkan sebelum uji klinis berlangsung, ada serangkaian yang harus dilakukan. Mulai dari standarisasi bahan baku dan produk jadi, sertifikasi Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik (CPOTB), uji pra klinis, uji klinis, dan terakhir mutu produknya. Barulah melahirkan fitofarmaka.

"Untuk Indonesia bagus sekali, pasien sudah banyak percaya, sudah banyak diresepkan oleh para dokter. Terutama fitofarmaka yang sudah masuk uji klinis, dan sudah masuk dalam daftar fitofarmaka yang dikeluarkan Kemenkes," ujarnya.

Menurut Raymond, inilah yang membuatnya yakin bila obat herbal dibuat modern dengan segala uji klinis menyertainya, mampu menjadi primadoan dengan memperoleh kepercayaan para dokter, terkait cara kerja, keampuhan serta minim efek samping kepada organ tubuh.

Meski telah mendapat kepercayaan, nyatanya obat herbal masih harus menghadapi tantangan, karena saat ini fitofarmaka belum masuk dalam e-catalog nasional. Untuk itu, Raymond mengatakan, pihaknya masih menunggu peluang dari Kemenkes, agar memberi ruang fitofarmaka asli buatan Indonesia, untuk masuk e-catalog sehingga bisa digunakan para dokter di berbagai faskes.

"Sehingga Indonesia bisa mandiri dalam bahan baku obat-obatan, tidak lagi ketergantungan pada bahan impor," ungkapnya.