Ini Bahayanya Self Diagnosis, Kesehatan Malah Bisa Makin Parah

Depresi
Sumber :
  • Pinkvilla

VIVA Lifestyle – Pernah kah kamu merasa sedih dan menangis lalu tiba-tiba beberapa saat kemudian merasa bahagia dan tertawa? Seperti perubahan mood secara ekstrem. Nah, jika merasa seperti ini, jangan langsung mendiagosa diri sendiri mengidap penyakit mental bipolar. 

Karena majunya internet dan sosial media, tak sedikit orang yang mendiagnosis diri sendiri perkara kesehatan mental. Padahal, hal ini tidaklah dianjurkan dan sebaiknya periksa ke ahli seperti psikolog atau psikiater jika merasa terganggu. Karena, diagnosa sendiri atau self diagnosis ternyata berbahaya lho.

Simak penjelasannya berikut ini:

Self diagnosis adalah mendiagnosis diri sendiri mengidap sebuah gangguan atau penyakit berdasarkan pengetahuan diri sendiri atau informasi yang didapatkan secara mandiri. Saat melakukan self diagnosis, sebenarnya kamu sedang berasumsi seolah-olah kamu mengetahui masalah kesehatan yang dialami.

Semuanya hanya dengan berbekal informasi yang dimiliki diri sendiri. Hal ini bisa berbahaya, karena asumsi kamu tersebut bisa saja salah.

Jumlah orang yang melakukan self diagnosis secara online meningkat, sebagian dipicu oleh pandemi yang memaksa orang untuk tetap di rumah. Sebuah survei oleh Harmony Healthcare IT menemukan bahwa 43 persen generasi milenial mengabaikan masalah kesehatan, 34 persen melewatkan pemeriksaan medis, dan 69 persen mencari saran kesehatan di Google daripada mengunjungi dokter. Mereka menggunakan situs web medis, artikel berita, YouTube, aplikasi kesehatan, dan banyak lagi.

Misalnya, seperti yang dijelaskan di atas, kamu berpikir kamu mengidap gangguan bipolar, lantaran sering mengalami perubahan suasana hati. Padahal perubahan suasana hati bisa menjadi gejala dari banyak gangguan kesehatan mental yang berbeda. Gangguan kepribadian ambang dan depresi berat adalah dua contoh diagnosis lainnya. Melansir dari Spine and Pain North America, ini 3 dampak buruk melakukan self diagnosis

1. Kekhawatiran yang Tak Perlu

Ilustrasi wanita merasa khawatir.

Photo :
  • U-Report

Mendiagnosa diri sendiri dapat dengan mudah menyebabkan lebih banyak kekhawatiran daripada gejala yang sudah ada. Stres dan kecemasan tambahan dapat memperburuk gejala, seperti kelelahan dan nyeri otot. Kecemasan juga dapat memperburuk kondisi medis itu sendiri karena tubuh kamu terus-menerus melepaskan hormon stres yang berdampak negatif pada tubuh.

Misalnya, penelitian telah menunjukkan bahwa stres yang berkepanjangan mengganggu kemampuan sel-sel kekebalan untuk mengatur peradangan. Jika kamu memiliki kondisi medis yang melibatkan peradangan, ada kemungkinan besar kamu akan mengalami tingkat peradangan yang lebih tinggi yang memperburuk kondisi medis tersebut.

Kesehatan mental juga terkena dampak negatif ketika kekhawatiran meningkat. Mengetahui dengan tepat apa yang sedang kamu hadapi adalah penting untuk menjaga dan mengelola kesehatan fisik dan mental. Penting untuk meminta dokter atau ahli melakukan tes diagnostik dan mengembangkan rencana perawatan khusus.

2. Mendapat Informasi yang Salah

Ilustrasi anak sakit.

Photo :
  • Pexels/miroshnichenko

Ada banyak informasi yang saling bertentangan di internet. Sebuah studi yang dilakukan oleh Rutgers-New Brunswick berkata bahwa orang-orang yang membaca rekomendasi kesehatan secara online yang saling bertentangan, dibiarkan bingung dan dibuat tidak percaya oleh penelitian yang ada dan ilmuwan. Hal ini dapat mempersulit mereka untuk membuat keputusan terkait kesehatan yang baik.

Ada juga bahaya bahwa kamu mungkin menerima jaminan palsu. Ketika informasi kesehatan saling bertentangan, kamu akhirnya dapat memilih informasi yang tampaknya paling sesuai dengan apa yang kamu harapkan untuk ditemukan dan pengobatan yang direkomendasikan yang paling mudah untuk dikelola.

3. Diagnosa yang Tidak Terjawab

Ilustrasi depresi.

Photo :
  • dw

Diagnosis yang terlewat dapat menyebabkan perawatan yang salah atau bahkan tidak ada perawatan, dan kondisi dan/atau gejala medis menjadi lebih buruk. Kamu kehilangan banyak waktu yang lebih baik dihabiskan untuk merawat kondisi medis yang benar, namun malah merasa bahwa hal tersebut tak masalah dan membuat semakin parah.

Misalnya, nyeri kaki dan kram didiagnosis sendiri sebagai aktivitas berlebihan atau otot tertarik ketika gejalanya disebabkan oleh diagnosis stenosis tulang belakang yang tidak terjawab atau cedera olahraga yang tidak terduga.