Banyak Orang Indonesia Kekurangan Kalsium, Ini Dampaknya

Kalsium
Sumber :
  • Times of India

VIVA – Kasus-kasus gizi buruk dan masalah gizi anak di negeri ini tak kunjung usai. Meski sebelumnya Pemerintah optimis dapat menurunkan angka stunting menjadi 14 persen pada 2024, namun pandemi COVID-19 yang melanda sejak 2020, kembali menjadi alasan sejumlah daerah di mana prevalensi stuntingnya kembali naik.

Dokter sekaligus penyair dan penulis, Dr Handrawan Nadesul, mengatakan, seharusnya tidak ada alasan pembiaran atas gizi buruk dan stunting. 

"Apabila banyak pihak terlibat dalam mengedukasi masyarakat, lebih banyak lagi organisasi masyarakat yang melakukan edukasi ke masyarakat, masalah ini tentu dapat diatasi,” ujar dokter yang telah lama menjadi pengasuh rubrik kesehatan di berbagai media itu, dikutip VIVA dari Youtube Sahabat YAICI, Senin 11 April 2022. 
 
Lebih lanjut, ia mengingatkan, edukasi untuk ibu dan anak adalah hal yang kompleks di Indonesia. Terutama mengedukasi masyarakat tentang asupan makanan untuk anak dan keluarga. 

Ilustrasi stunting

Photo :
  • Direktorat P2PTM Kemenkes

"Makanan ini hanya salah satu komponen untuk menciptakan generasi yang unggul. Sekarang bagaimana keluarga dapat memberikan makanan yang tepat untuk anak agar menjadi unggul?” kata dia. 
 
Hal lain yang menjadi perhatian Nadesul adalah kebanyakan masyarakat Indonesia kekurangan kalsium. Hal itu terlihat dari banyaknya penderita osteoporosis saat memasuki lanjut usia.

"Ini karena asupan kalsium sejak anak-anak kurang. Kalsium itu didapat dari susu. Untuk mencukupi kebutuhan kalsium, anak harus minum susu hingga usia 12 tahun," pungkasnya.
 
Banyak yang beranggapan bahwa kebutuhan zat-zat gizi anak seperti protein dan kalsium dapat dipenuhi dari ikan, telur, tahu, tempe ataupun sumber protein nabati lainnya, dan anak tidak perlu diberikan susu. 

Ilustrasi susu.

Photo :
  • Freepik/freepik

Padahal menurut Nadesul, terdapat zat-zat gizi yang dibutuhkan dalam tumbuh kembang anak yang lebih kompleks di dalam susu. Tentunya, Nadesul mengingatkan apabila anak diberi asupan tambahan seperti susu, orangtua harus cerdas dalam memilih susu untuk anak.

Dalam hal menentukan pilihan susu untuk anak pun sebenarnya tidak terlalu sulit. Orangtua cukup membaca label dan komposisi zat gizi yang selalu tertera pada kemasan susu, serta untuk apa susu tersebut diperuntukan. Apakah untuk konsumsi anak, susu untuk orangtua, ataukah susu tersebut hanya boleh digunakan sebagai bahan pembuat makanan," paparnya. 
 
“Karena itu literasi itu penting, kemampuan masyarakat membaca dan memahami itu penting. Jangan sampai karena tidak memahami, lalu mengandalkan kebutuhan protein dan kalsium anak hanya dari susu kental manis, lha ini bahaya,” pungkas dokter yang telah menulis belasan buku kesehatan itu.