Ahli: 90 Persen Penderita Ginjal Tak Paham dengan Penyakitnya
- Freepik/shayne_ch13
VIVA – Sekitar sepertiga pasien penyakit ginjal kronik (PGK) belum mengetahui benar mengenai penyakitnya. Hal itu diungkap oleh Ketua Umum Perhimpunan Nefrologi Indonesia (PERNEFRI), dr. Aida Lydia, PhD., SpPD, K-GH.
Menurut dokter Aida, pada awal perjalanan penyakit PGK, umumnya tidak ada gejala. Berbagai keluhan baru dirasakan bila penyakit sudah lanjut. Kemungkinan kurangnya pengetahuan mengenai kesehatan ginjal menjadi salah satu penyebab kenapa pasien sering terlambat berobat dan sering datang dalam kondisi yang sudah lanjut.
"Gangguan ginjal dapat dicegah dengan mengendalikan faktor risiko, diagnosis dini dan tata laksana yang optimal agar pasien tidak sampai mengalami gagal ginjal," kata dia dalam Virtual Press Conference memperingati Hari Ginjal Sedunia, yang digelar Rabu 9 Maret 2022.
Aida menambahkan, kesenjangan pengetahuan di tengah masyarakat merupakan momok di berbagai belahan dunia, termasuk di Indonesia.
"Situasi ini turut berdampak pada semakin meningkatnya angka kejadian PGK dan rendahnya kualitas hidup pasien dengan PGK. Oleh karena itu, literasi kesehatan pada semua kalangan menjadi kunci yang dapat meningkatkan kewaspadaan kesehatan ginjal dan keberhasilan program kesehatan Pemerintah," ujarnya.
Lebih lanjut Aida menerangkan, literasi kesehatan didefinisikan sebagai kemampuan seorang individu dalam memperoleh atau mengakses, memahami, serta menggunakan informasi kesehatan tersebut untuk mengambil keputusan dan tindakan medis, baik untuk dirinya sendiri maupun orang lain.
"Pada saat ini literasi kesehatan masyarakat umum kita bahkan di kalangan pasien PGK sendiri masih tergolong rendah. Masih ada masyarakat yang belum mengetahui apa itu organ ginjal dan fungsinya," ungkapnya.
Aida mengatakan, terdapat studi yang menunjukkan, 90 persen penyandang PGK tidak menyadari tentang penyakit yang diderita. Hal ini menunjukkan minimnya informasi kesehatan di kalangan masyarakat.
Secara umum, kata Aida, masyarakat perlu diinformasikan mengenai faktor risiko PGK, langkah pencegahan, deteksi dini, nilai laboratorium yang perlu dipantau dan apa maknanya, dampak jangka panjang apa saja yang akan dialami, serta strategi pengobatan apa yang akan dijalani.
"Informasi-informasi ini bersifat sangat spesifik untuk setiap pasien yang hendaknya dipahami oleh pasien dan keluarga. Di samping itu, masih banyak mis informasi di kalangan masyarakat kita yang dalam jangka panjang merugikan kesehatannya," tutur dia.
"Sebagai contoh, masih ada yang berpendapat tidak usah minum obat hipertensi atau obat diabetes karena obat kimia dapat merusak ginjal. Sebenarnya, yang merusak ginjal bukan obatnya tetapi penyakit hipertensi dan diabetes itu sendiri," katanya.
Aida juga mengatakan, tenaga kesehatan memiliki peranan yang penting dalam mengedukasi pasien. Edukasi harus diberikan sedini mungkin dan disesuaikan dengan kebutuhan individual pasien.
"Edukasi hendaknya dapat terlaksana dengan baik pada semua tingkat layanan kesehatan. Di samping itu pasien dan keluarga mesti diberdayakan dan didorong untuk secara pro-aktif memperkaya pengetahuannya dan literasi kesehatannya sendiri, melalui sumber yang dapat dipercaya, sehingga dapat berperan aktif dalam menjaga kesehatannya dan keluarganya," ujar dr. Aida Lydia.