Buku Pedoman Tatalaksana COVID-19 Edisi 4 Diluncurkan
- pexels/Edward Jenner
VIVA – Lima organisasi profesi medis, yaitu Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI), Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI), Perhimpunan Dokter Anestesiologi dan Terapi Indonesia Intensif Indonesia (PERDATIN), Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular (PERKI), serta Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), meluncurkan Buku Pedoman Tatalaksana COVID-19 Edisi 4.
Dokter Spesialis Paru RSUP Persahabatan, dr. Erlina Burhan, Sp.P(K) menyampaikan, buku pedoman ini selalu diperbarui sesuai dengan hasil penelitian internasional maupun nasional berupa telaah sistematis.
"Jadi sistematik review ini merupakan landasan ilmiah dengan tingkatan yang paling tinggi," ujarnya saat konferensi pers yang digelar virtual, Rabu 9 Februari 2022.
"Beberapa yang diperbaharui pada edisi 4, pertama definisi kasus probable variant Omicron berdasarkan PCR dengan perangkat SGTF (S-gene Target Failure) dan kalau terkonfirmasi berdasarkan whole genome sequencing," lanjutnya.
Kemudian, buku pedoman COVID-19 ini juga mempublikasikan beberapa obat antivirus baru, seperti molnupiravir dan kombinasi nirmatrelvir dan ritonavir.
"Dan juga ada penambahan obat lainnya untuk antikoagulan seperti rivaroksaban dan fondaparinux. Ini adalah beberapa obat tambahan yang ada di edisi ke-4," paparnya.
Lebih lanjut Erlina mengatakan, buku pedoman ini menekankan pada kasus COVID-19 tanpa gejala (OTG) dan gejala ringan, di mana pasien cukup melakukan isolasi mandiri atau isolasi terpusat.
"Jadi tidak perlu rawat inap, sehingga beban rumah sakit juga proporsional. Yang perlu perawatan rumah sakit adalah pasien-pasien dengan gejala klinis yang sedang, berat, kritis dan batasan-batasannya ada di buku yang baru," kata dia.
Mengenai obat antivirus COVID-19 yang sudah tidak dipakai lagi, Erlina menyampaikan, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sudah mengeluarkan rekomendasi terkait daftar obat yang sudah tidak bermanfaat lagi. Di mana rekomendasi ini juga diadopsi dalam buku pedoman COVID-19 edisi 4 ini.
"Jadi pada buku ini kami melakukan pencabutan beberapa opsi terapi tambahan termasuk plasma konvalesen dan ivermectin. Yang sebetulnya kedua obat itu tidak pernah masuk sebagai obat standar. Tapi hanya sebagai obat tambahan yang bisa diberikan berdasarkan pertimbangan seksama dari DPJP (Dokter Penanggung Jawab Pelayanan). Tapi kemudian kedua obat ini kami keluarkan, sehingga mudah-mudahan ke depannya tidak lagi dipakai oleh teman-teman sejawat," terang dia.
"Mengenai hidroksiklorokuin, azitromisin dan oseltamivir, sebenarnya ketiga obat ini sudah dikeluarkan pada edisi yang ke-3 sebelumnya," lanjut dia.
Kemudian, dalam buku ini juga ada tambahan indikasi perawatan ICU dan karakteristik pasien COVID-19 derajat kritis untuk memprediksi lebih dini potensi perburukannya. Vaksinasi COVID-19, termasuk beberapa jenis vaksin, dosis dan cara pemberiannya juga dijelaskan dalam buku ini.
"Dengan disusunnya buku pedoman terbaru ini kami harapkan para dokter teman sejawat di seluruh Indonesia, dapat menerapkannya sesuai dengan kondisi wilayah kerja masing-masing, sehingga penatalaksaan pasien dapat dilakukan dengan tepat dan berbasis bukti, jangan berbasis opini," imbuhnya.
"Buku pedoman ini merupakan living document yang akan terus diperbarui sesuai dengan perkembangan penyakit, perkembangan virus yang terus bermutasi, dan perkembangan obat-obatan berdasarkan data-data yang terbaru," tutup dr. Erlina Burhan.