WHO Rilis Laporan Tingkat Keparahan dan Kematian Varian Omicron
- Times of India
VIVA – Ilmuwan Afrika Selatan menemukan varian baru COVID-19 Omicron pada 22 November 2021 lalu. Sejak itu, para pejabat telah melaporkan ratusan ribu kasus harian di beberapa negara.
Para ilmuwan menemukan bahwa Omicron telah menimbulkan bahaya baru. Beberapa laporan terutama dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), telah menggali lebih dalam ancaman yang ditimbulkan dari varian ini.
Dilansir Express, Jumat 21 Januari 2022, para ahli telah menemukan bahwa mutasi Omicron memungkinkannya lolos dari kekebalan yang diberikan oleh dua dosis vaksin.
Penelitian awal menunjukkan, Omicron mengurangi efektivitas dua dosis vaksin Pfizer hingga 30 persen. Sementara AstraZeneca bahkan berpotensi turun menjadi nol.
Sementara vaksin booster dapat memperbaikinya kembali hingga 75 persen. Namun, pemberian booster masih jauh dari mencakup semua orang, yang berarti masih banyak orang yang berada di bawah ancaman Omicron.
Dalam sebuah laporan yang dirilis pada akhir 2021, WHO mengatakan, dari 38 negara yang terinfeksi Omicron, tidak ada yang melaporkan kematian spesifik untuk varian Omicron.
Namun sejak saat itu, Omicron menyebar dengan cepat dan angka kematian terus meningkat, karena varian tersebut menjadi yang paling menular dibanding yang lain.
Tetapi data terbaru menunjukkan, penyakit yang disebabkan oleh Omicron masih lebih ringan dibanding pendahulunya. Studi awal yang diterbitkan di Inggris dan Afrika Selatan, telah menemukan antara 30 dan 70 persen lebih sedikit orang yang memerlukan perawatan di rumah sakit.
Para peneliti yang bekerja di Institut Nasional untuk Penyakit Menular (NICD) percaya bahwa Omicron memiliki resistensi substansial terhadap kekebalan alami yang diberikan oleh infeksi sebelumnya.
Temuan dari Afrika Selatan mengidentifikasi bahwa orang-orang 2,4 kali lebih mungkin untuk terinfeksi ulang Omicron. Meksipun belum ditinjau oleh rekan sejawat, bukti yang disimpulkan menunjukkan adanya peningkatan risiko infeksi ulang yang substansial dan berkelanjutan.
Ketua Asosiasi Medis Afrika Selatan, Dr Angelique Coetzee, mengidentifikasi 3 gejala yang terkait dengan Omicron, meliputi kelelahan, pegal-pegal dan sakit kepala.
Beberapa orang yang terinfeksi Omicron akan merasa tidak sehat selama berminggu-minggu bahkan berbulan-bulan. Orang yang terinfeksi varian ini juga cenderung seperti menderita flu biasa.
"Tenggorokan gatal bisa berubah menjadi demam yang parah dalam hitungan hari. Dan penyakit ini bisa bertahan menjadi long COVID-19, yang terbukti melumpuhkan secara ekstensif selama berbulan-bulan atau setahun lebih," ungkap Coetzee.