Jajan Sembarangan Sakit Tipes Mengintai, Ketahui Sebabnya
- Pexels/Andrea Piacquadio
VIVA – Di era pandemi, masyarakat terlihat lebih fokus pada penyakit COVID-19 dan seolah melupakan adanya bahaya lain mengintai, yakni demam tifoid atau sakit tipes. Rupanya, penyakit yang masih endemis di Indonesia ini bisa dipicu oleh hal sepele seperti jajan sembarangan.
Memasak sendiri memang selalu menjadi pilihan, selain lebih bersih, juga hemat di kantong. Namun, ada kalanya kita jenuh dan ingin mencicipi masakan dari luar. Tapi, ada bahaya mengintai yang tak disadari banyak orang.
Ya, risiko kontaminasi makanan atau minuman bisa terjadi pada tahap mempersiapkan bahan makanan, proses pengolahan, penyajian, pengemasan, penyimpanan. Bahkan tahap pengantaran makanan, baik yang disiapkan sendiri, dibeli, maupun melalui pemesanan.
Perubahan pola perilaku dalam pembelanjaan terutama makanan secara online yang meningkat sebanyak 97 persen juga patut diperhatikan. Pasalnya, tidak mudah untuk memastikan bahwa makanan atau minuman yang kita konsumsi terbebas dari kontaminasi kuman penyebab food borne disease seperti demam tifoid. Apalagi, penderita demam tifoid ini biasanya tanpa atau minim gejala.
"Karier (pembawa penyakit) ini keluarkan terus menerus bakteri dari fesesnya dan tanpa gejala, jadi bisa kontaminasi. Misal, habis BAB dan cuci tangan tidak bersih lalu pegang gagang pintu. Tinggal di situ kuman. Paling fatal kalau dia ikut ke semua proses food handling. Karier ini sangat berpotensi tulari orang tanpa sadar," ujar Dokter spesialis penyakit dalam, dr. Suzy Maria, Sp.PD-KAI, dalam acara virtual bersama Sanofi Pasteur dengan kampanye #SantapAman, Kamis 11 November 2021.
Demam tifoid sendiri merupakan infeksi sistemik yang disebabkan oleh Salmonella Typhi melalui konsumsi makanan atau air yang terkontaminasi. Penyakit akut ini memiliki gejala demam yang meningkat secara bertahap tiap hari serta lebih tinggi pada malam hari, nyeri otot, sakit kepala, kelelahan dan lemas, serta munculnya ruam.
"Sebenarnya, sebagian besar akan sembuh dengan baik jika diobati dengan antibiotik yang benar. Tetapi, jika pengobatan antibiotik misalnya sebenarnya kuman resisten atau kebal dari antibiotik, bisa saja gejalanya hilang namun kumannya menjadi carrier. Inilah yang berbahaya dan dia menularkan terus ke orang lain,” tegasnya.
Tentu, cara paling utama dalam mencegah sakit tifus adalah dengan menjaha sanitasi dan higienitas. Khususnya dalam kasus kontaminasi makanan, sebaiknya tak asal membeli makanan atau selalu ganti kemasan dan mencuci tangan sebelum makan.
Untuk perlindungan maksimal, dokter Suzy menyarankan rutin melakukan vaksinasi. Salah satu jenis vaksin tifoid yang umum digunakan adalah vaksin tifoid injeksi polisakarida Vi. Data setelah pemantauan selama 20 bulan menunjukkan vaksin tifoid jenis ini memberikan perlindungan terhadap penyakit tifoid sebesar 74 persen.
"Mengingat Indonesia masih merupkan negara endemik tifoid, maka vaksinasi merupakan langkah optimal serta efektif untuk mencegah demam tifoid. Cara kerja vaksinasi untuk penyakit tifoid yaitu meningkatkan sistem imun tubuh untuk melawan infeksi bakteri Salmonella Typhi. Vaksinasi dapat dilakukan mulai usia dua tahun ke atas dan untuk mendapatkan perlindungan maksimal, seseorang direkomendasikan mendapat vaksinasi tifoid setiap tiga tahun sekali," pungkas dokter Suzy.