Paxlovid Diklaim Kurangi Risiko Kematian COVID-19 hingga 89 Persen
- Pixabay
VIVA – Perusahaan farmasi dan bioteknologi multinasional Amerika Serikat, Pfizer, mengatakan, obat antivirus eksperimentalnya dapat mengurangi risiko rawat inap dan kematian pada pasien COVID-19, hingga 89 persen pada orang dewasa yang rentan.
Obat yang akan dijual dengan merek Paxlovid itu diklaim sangat efektif untuk mencegah penyakit menjadi lebih parah pada orang dewasa rentan yang diberi dosis obat ini, setelah menunjukkan gejala COVID-19 selama uji coba.
Dilansir dari laman Times of India, Sabtu, 6 November 2021, Paxlovid bukanlah obat tunggal, melainkan pengobatan kombinasi, yang terdiri dari tiga pil yang diberikan dua kali sehari.
Obat antivirus ini adalah yang kedua dari jenisnya di pasaran yang menunjukkan kemanjuran melawan COVID-19. Paxlovid menawarkan perlindungan lebih dibandingkan dengan yang dikembangkan oleh perusahaan farmasi AS lainnya, Merck.
Setalah kemanjuran obat antivirus ini terungkap dalam uji klinis, Pfizer menghentikan penelitian. Mereka mengatakan, dewan ahli yang memantau penelitian sangat yakin sehingga memutuskan untuk menghentikan penelitian tersebut pada tahap awal.
Pfizer belum mengungkapkan temuan lengkap pada uji coba. Tetapi, mereka sudah berencana untuk menyerahkan data sesegera mungkin ke Badan Pengawas Obat dan Makanan AS untuk meminta otoritas penggunaan Paxlovid.
Dalam temuan awal, Pfizer menganalisis 1.219 pasien dengan risiko rawat inap atau kematian setelah didiagnosis COVID-19 ringan hingga sedang dan adanya satu faktor yang dapat menyebabkan infeksi berat, seperti obesitas atau usia yang lebih tua.
Tim peneliti menemukan, 0,8 persen dari mereka yang diberi obat antivirus Pfizer dalam tiga hari sejak timbulnya gejala COVID-19, hanya dirawat di rumah sakit dan tidak ada yang meninggal dalam 28 hari setelah perawatan.
Mereka membandingkan datanya dengan pasien yang diberikan plasebo. Hasilnya, 7 persen pasien menjalani rawat inap dan sebanyak 7 orang meninggal dunia.
Berdasarkan uji coba penelitian tersebut, Pfizer dalam pernyataannya mengatakan bahwa antivirusnya perlu diberikan sedini mungkin untuk mengurangi risiko komplikasi. Obat tersebut dapat mengendalikan virus agar tidak menyebabkan kerusakan parah sebelum infeksi terjadi, paling efektif dalam 3 hari.
"Kami melihat obat ini memiliki kemanjuran yang tinggi, bahkan jika itu setelah 5 hari pasien dirawat. Orang mungkin menunggu beberapa hari sebelum melakukan tes atau sesuatu, dan ini berarti kami punya waktu untuk merawat orang dan benar-benar memberikan manfaat dari perspektif kesehatan masyarakat, ujar kepala program Pfizer, Annaliesa Anderson, kepada Reuters.
Hingga saat ini, perusahaan tersebut belum merilis rincian efek samping dari obat antivirusnya, Paxlovid. Mereka hanya mengatakan, efek samping hanya terjadi pada 20 persen kasus.
Pfizer berencana memproduksi lebih dari 180 ribu bungkus pada akhir 2021 dan minimal 50 juta bungkus pada akhir 2022.