Saat Olahraga Harus Ukur Denyut Jantung, Ini Efeknya Menurut Dokter

Ilustrasi berolahraga/olahraga/berkeringat.
Sumber :
  • Freepik/drobotdean

VIVA – Pandemi COVID-19 yang berlangsung hampir dua tahun ini diketahui mengubah kehidupan masyarakat di berbagai negara. Salah satu perubahan yang cukup terasa di tengah pandemi adalah adanya kesadaran masyarakat untuk berolahraga.

Berolahraga diketahui dapat membantu meningkatkan daya tahan tubuh. Tidak mengherankan jika belakangan ini minat masyarakat dalam berolahraga cukup tinggi, terlihat dari sejumlah masyarakat memanfaatkan fasilitas umum seperti lapangan olahraga hingga jalanan untuk bersepeda atau sekadar berjalan santai.

Berbicara mengenai olahraga, spesialis kedokteran olahraga, dr. Grace Joselini C, MMRS, SpKO menyarankan agar orang-orang yang melakukan olahraga untuk mengukur denyut jantung.

"Sebelum pandemi saya sudah bertemu dengan pasien atau atlet dan saya selalu menyarankan ketika olahraga untuk mengukur denyut nadi dengan heart rate monitor, salah satunya adalah dengan menggunakan smartwatch," kata Grace dalam virtual conference, Manfaat Gawai di Era Pandemi bersama Garmin, Rabu 29 September 2021.

Menurut dokter Grace, mengukur denyut jantung bisa mengawasi tingkat intensitas olahraga dan memperkirakan berapa banyak kalori yang terbakar. Denyut jantung merupakan salah satu ukuran untuk memperkirakan cadangan energi tubuh seseorang atau yang dikenal dengan body battery.

Body battery merupakan indikator jumlah energi atau daya yang dimiliki pengguna dengan menggabungkan data aktivitas, tingkat stres, masa pemulihan dan istirahat. Body battery mempunyai kemampuan menginterpretasikan perubahan detak jantung untuk mengetahui hubungan antara saraf simpatetik, saraf yang bertanggung jawab mempercepat kerja organ tubuh manusia, dengan saraf parasimpatik, yang bekerja sebaliknya.

Lebih jauh, naik turunnya body battery manusia dapat dipengaruhi banyak hal termasuk gaya hidup. Biasanya istirahat yang cukup dan kualitas tidur yang baik dapat mempertahankan bahkan meningkatkan body battery. Sedangkan jadwal kerja yang padat, intensitas olahraga yang tinggi, dan konsumsi alkohol yang berlebihan dapat membuat tingkat body battery kita menurun.

Grace menambahkan, jika body battery menurun kemudian dipaksakan untuk berolahraga bisa berdampak pada kondisi tubuh seseorang. Beberapa dampak yang akan muncul antara lain kelelahan.

"Body battery menurun recovery tidak baik, seperti gadget kalau charger-nya bagus akan full, tapi kalau baterainya low dipakai sosmed lama-lama akan nge-drop sama seperti tubuh. Tubuh punya keseimbangan sendiri, dampaknya besok bangun ga fit akan kelihatan heart rate tinggi, kemudian imun lebih rendah gampang sakit, nanti pengaruh pada performance akan menurun, pengaruh ke fokus, belum lagi cedera," kata Grace.

Di sisi lain, Country Manager Garmin Indonesia Rian Krisna menjelaskan, bahwa melacak body battery dapat membantu menjaga kesehatan dan meningkatkan performa pengguna, hanya dengan menggunakan smartwatch pada pergelangan tangan.

“Terkadang orang menganggap dirinya fit lalu memforsir tubuh mereka untuk melakukan segala aktivitas, bahkan pekerjaan berat. Dengan menggunakan fitur body battery, pengguna Garmin dapat lebih baik dalam mengenali tubuh sehingga kita bisa lebih bijak dalam merencanakan intensitas aktivitas harian kita serta menentukan kapan harus beristirahat,” jelas Rian.

Rian,  juga menggarisbawahi bahwa smartwatch Garmin bukanlah alat medis, tetapi fitur body battery ini bisa menjadi indikator awal saat pengguna ingin berkonsultasi dengan dokter dan mengetahui lebih detail terkait kesehatannya.