Data Ini Sebut PSBB hingga PPKM Tidak Tingkatkan Kualitas Udara

Foto udara kawasan gedung pencakar langit di Jakarta
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Ahmad Subaidi

VIVA – Beberapa waktu lalu, viral sebuah foto yang memperlihatkan langit biru di sekitaran Jakarta. Hal ini jadi pembicaraan karena sangat jarang terjadi di Ibukota. Hal ini disebut karena mobilitas masyarakat yang menurun drastis akibat pemberlakuan PSBB hingga PPKM

Masyarakat menganggap, penurunan mobilitas yang signifikan hingga membuat langit indah membiru, telah menurunkan tingkat polusi udara. Namun faktanya, langit biru saja tidak cukup membuktikan, kualitas udara yang kita hirup sudah membaik. 

Chief Growth Officer Nafas Indonesia, Piotr Jakubowski, membeberkan fakta, PSBB yang diberlakukan pada 2020 lalu, hampir tidak meningkatkan kualitas udara sama sekali. Hal itu dibuktikan melalui data yang dikumpulkan menggunakan aplikasi pemantau kualitas udara, Nafas. 

"Dalam data Nafas, kami menggunakan skala US EPA yang disesuaikan dengan rekomendasi WHO. Kami mempunyai data pada tahun 2020, PSBB hampir tidak meningkatkan kualitas udara sama sekali. Dan sepanjang tahun, tingkat polusi udara ada di atas batas WHO," ujarnya saat webinar kolaborasi antara AQLI, Bicara Udara dan Nafas, bertema Krisis Udara Bersih, Kita Harus Apa? yang digelar, Kamis 9 September 2021. 

Masih dalam data yang sama, PPKM yang diberlakukan pada Juli 2021, juga ternyata tidak memperbaiki kualitas udara. 

"Nah, PPKM Juli 2021, juga tidak berpengaruh kepada polusi udara. Jika dibandingkan awal dan akhir Juli 2021, di mana selama 3 minggu kita menjalani PPKM yang ketat, tingkat polusi udara malah naik," kata Piotr.

Bahkan menurut IQAir, Jakarta menempati urutan ke-9 di dunia dan nomor 1 di Asia Tenggara, terkait polusi udara. 

Sementara itu, Aktivis Bicara Udara, Amalia Ayuningtyas, menyampaikan pandangan, polusi udara adalah salah satu bahaya kesehatan terbesar di dunia bagi manusia. Menurutnya, harus disadari oleh seluruh elemen masyarakat, udara adalah suatu hal yang penting, sehingga perlu dijaga kualitasnya.

Direktur Air Quality Life Index (AQLI) dari University of Chicago, Kenneth Li,  menambahkan, masyarakat dan pemerintah perlu menyadari pentingnya mengurangi polusi udara. Menurut Ken, tingginya angka polusi udara akan berdampak terhadap angka harapan hidup penduduk Indonesia. 

"Rata-rata orang Indonesia diperkirakan dapat kehilangan 2,5 tahun dari usia harapan hidupnya akibat polusi udara saat ini. Karena kualitas udara tidak memenuhi ambang aman sesuai pedoman WHO untuk konsentrasi partikel halus (PM2.5)," kata Ken.

Menurut data terbaru dari AQLI, saat ini lebih dari 93 persen dari 262 juta penduduk Indonesia, tinggal di daerah dengan tingkat Particulate Matter (PM) 2.5 rata-rata tahunan yang melebihi ambang batas pedoman WHO. 

Piotr Jakubowski, lebih lanjut memaparkan, polusi udara dapat menyebabkan banyak masalah terkait dengan kesehatan, terutama yang berkaitan dengan saluran pernapasan dan paru-paru. 

"Data WHO menunjukkan, 9 dari 10 orang menghirup udara yang mengandung polutan tingkat tinggi. Untuk itu, kita perlu sadar akan bahaya polusi udara, karena udara yang kita hirup mengambil kehidupan bertahun-tahun dari masa depan kita," ujar Piotr.