Lambda, Varian Baru COVID-19 Disebut Lebih Mematikan dari Delta
- Pixabay
VIVA – Varian baru COVID-19 ditemukan lagi, para ahli menyebutnya lebih mematikan dibandingkan varian Delta.
Varian baru itu disebut dengan varian Lambda. Dikutip dari The Sun, departemen kesehatan Inggris, Public Health England (PHE) menyatakan bahwa saat ini ada delapan kasus yang diketahui dari varian C.37, hingga 21 Juni 2021.
Varian ini diklasifisikan dalam 'masa investigasi' dan para ahli kemudian bisa mengklasifikasikannya ke dalam varian yang lebih diperhatikan ketika sudah menyelesaikan penilaian risiko.
Penilaian itu akan bergantung pada seberapa menular varian tersebut dan seberapa banyak kasus yang terdeteksi.
Otoritas Kesehatan Malaysia mengklaim bahwa varian itu berasal dari Peru, salah satu negara dengan tingkat kematian COVID-19 tertinggi di dunia.
Varian yang juga dikenal dengan C.37, Lambda pertama kali terdeteksi di Peru di tahun 2020, sebelum akhirnya menyebar dengan cepat ke 30 negara, termasuk Inggris.
Salah satu yang menjadi perhatian para ahli virus adalah protein spike L425Q karena potensinya untuk menginfeksi sel manusia seperti mutasi L452R pada varian Delta yang sangat menular.
Para ilmuwan Peru menemukan varian itu pada Desember 2020 saat varian tersebut terhitung pada satu sama dalam setiap 200 sampel.
Hingga Maret 2021, angkanya melonjak hingga 50 persen dari kasus yang ada. Sekarang, angka itu meningkat 82 persen, demikian menurut data WHO.
Ilmuwan molekular di Cayetano Heredia, universitas di Lima mengatakan, peningkatan cepat virus tersebut memberikan kesimpulan bahwa tingkat transmisinya lebih tinggi dibanding varian lainnya.
Di sekitar wilayah Chili, varian itu bertanggung jawab atas hampir sepertiga kasus COVID-19, meskipun para ilmuwan belum bisa mengatakan strain mana yang lebih menular.
WHO mengklasifikasikan Lambda sebagai 'Variant of Ineterets' atau varian yang diperhatikan pada 14 Juni. Mereka mengatakan varian itu memiliki mutasi yang meningkatkan kemampuan menyebarnya.
Virologi WHO Jairo Mendez-Rico mengatakan kepada agen berita Jerman, DW, bahwa mereka sejauh ini tidak melihat ada indikasi bahwa varian Lambda lebih agresif.
"Itu mungkin karena varian tersebut memiliki tingkat penularan yang lebih tinggi, tapi penelitian lebih lanjut masih diperlukan," katanya.
"Kemungkinan besar SARS-CoV-2 akan menjadi lebih menular selama masa evolusinya tapi tidak terlalu merusak kepada inangnya," lanjut dia.