3 Gejala Utama Varian Delta COVID-19, Pakar IDI: Seperti Flu Berat

COVID-19
Sumber :
  • Pinkvilla

VIVA – Ketua Satuan Gugus Tugas COVID-19 Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Prof. Zubairi Djoerban menjawab tekai-teki varian delta alias B1617.2 dari India. Menurutnya, gejala yang dialami berbeda dengan pasien COVID-19 sebelumnya.

Dijelaskan Prof Zubairi, teka-teki Varian Delta dari India atau B1617.2 terus menjadi bahasan. Mulai dari gejalanya yang mirip flu biasa, lebih menular, hingga menginfeksi lebih banyak anak-anak. Salah satu yang perlu disorot, kata Prof Zubairi, perbedaan gejala yang cukup menonjol.

Lebih dalam, ada bukti studi yang menunjukkan kalau gejala varian ini beda dengan varian awal yang ditemukan di Wuhan, seperti demam, batuk, dan kehilangan penciuman. Sementara varian baru ini, memiliki tiga gejala utama.

"Varian Delta atau yang baru, gejalanya lebih banyak sakit kepala, tenggorokan dan pilek. Seperti kena flu berat," katanya dalam akun twitter @ProfZubairi, dikutip Rabu 16 Juni 2021.

Varian delta sendiri sudah tersebar di berbagai wilayah di Tanah Air. Menurut catatan Prof Zubairi, varian ini paling banyak ditemukan di Jakarta dan Jawa Tengah.

"Ada 104 kasus. Untuk penelusuran, memang dibutuhkan WGS (whole genome sequence) atau sampel yang jumlahnya jauh lebih besar," kata dia.

Bahaya varian delta

Dengan penyebaran yang cukup luas, para peneliti mengklaim SARS-CoV-2 varian delta ini lebih menular. Prof. Zubairi mengatakan bahwa penularan yang lebih cepat ini diakibatkan adanya  mutasi yang membantunya menyebar sekaligus menghindari sistem imunitas secara parsial.

Tak heran, banyak pakar yang mengkhawatirkan keberadaan varian delta, yang terbukti memicu lonjakan kasus di India.

"Analisis di The Lancet menunjukkan bahwa risiko masuk rumah sakit dua kali lipat pada mereka yang memiliki varian Delta--dibandingkan dengan Alpha (Inggris). Risiko juga meningkat pada mereka yang memiliki komorbid," tuturnya.

Efektivitas vaksin

Vaksin yang beredar saat ini, terbukti sudah mampu mencegah penularan ataupun keparahan gejala COVID-19 pada varian yang lama. Lantas, apakah efektif terhadap varian delta ini?

"Kabar baiknya iya. Studi di Inggris terhadap belasan ribu orang yang terinfeksi Delta mengungkap itu," kata penemu kasus HIV pertama di RI ini.

Ada dua jenis vaksin yang terbukti mampu melindungi tubuh dari serangan infeksi varian delta COVID-19. Pertama, Pfizer-BioNTech memberikan 96 persen perlindungan, sementara AstraZeneca memberikan 92 persen.

Dengan adanya vaksin yang efektif terhadap varian delta, Prof Zubairi berharap kasus COVID-19 di RI tak melonjak bak tsunami di India.

"Saya harap tidak, meski telah terjadi lonjakan besar. Apa yang harus dilakukan pemerintah dan masyarakat? Tegas, monitoring dan evaluasi secara berkala. Mari kita bahu membahu melewati keadaan ini. Tetap pakai masker dan berjarak," ia berpesan.