Jerawat Meradang Picu Frustrasi Hingga Depresi

Ilustrasi jerawat.
Sumber :
  • Pixabay/Kjerstin_Michaela

VIVA – Menurut studi tahun 2018, sebanyak 40 persen wanita dewasa memiliki kulit berjerawat. Berbagai studi menunjukkan bahwa masalah kulit ini tidak dapat dianggap sebelah mata, karena dapat memengaruhi kualitas hidup seseorang.

Jerawat mungkin kerap dianggap hal biasa bagi sebagian orang. Nyatanya, kemunculan jerawat yang terlalu sering dalam jumlah banyak serta menimbulkan bekas sesudahnya, memicu gangguan secara psikis.

"Jerawat harus lekas sembuh, kalau timbul lagi takut ada scar, bopeng, jaringan parut yang semakin dalam. Jika jerawat tidak segera diatasi, maka kemungkinan timbul bekas jerawat yang bisa tidak sembuh seumur hidup yang membuat kualitas hidup menurun," ujar Dermato Venereologist dr. Aryani Sudharmono, Sp.KK(K), FINS-DV, FAADV, dalam acara virtual La Roche Posay, baru-baru ini.

Lebih dalam, dokter Aryani menyebut bahwa cukup banyak dari pasien tersebut yang pada awalnya terlihat kurang percaya diri sebagai dampak dari masalah jerawat. Tanpa disadari, penurunan kualitas hidup mulai terjadi saat timbul rasa kecemasan, kurang percaya diri hingga depresi akibat jerawat.

"Pasien yang mengalami jerawat berat sering mengalami gangguan psikologis. Diantaranya adalah marah-marah, tidak ingin bertemu dengan orang atau enggan bersosilaisasi, merasa frustrasi dengan jerawatnya yang sudah diupayakan untuk diobati tapi tidak sembuh-sembuh. Serta frustrasi atau ketakutan melihat bekas-bekasnya yang semakin parah," tuturnya.

Atas dasar itu, dokter Aryani mengatakan bahwa permasalahan jerawat memang menjadi penyakit kulit terbanyak yang dialami pasien. Sehingga, tak bisa dianggap sepele dan perlu ditangani dengan cara yang tepat.

"Jerawat itu penyakit yang yang ditandai dengan peradangan kulit kronis. Banyak orang yang menganggap jerawat itu bukan penyakit, tapi sesuatu yang bisa timbul dan sembuh sendiri atau bisa sembuh dengan obat-obatan," kata.