Apakah Wanita Transgender Bisa Hamil?
- Freepik/lookstudio
VIVA – Kehamilan adalah sebuah berkah luar biasa bagi seorang wanita. Namun, akhir-akhir ini muncul pertanyaan, apakah wanita transgender bisa hamil?
Dilansir dari laman Medical News Today, Senin, 3 Mei 2021, siapa pun yang memiliki rahim dan ovarium bisa hamil dan melahirkan. Sedangkan orang yang terlahir sebagai pria dan hidup sebagai pria tidak bisa hamil.
Meski begitu, pria transgender atau non-biner, yang terlahir dengan jenis kelamin perempuan, punya kemungkinan untuk hamil.
Tetapi, perlu dicatat bahwa beberapa pria transgender atau non-biner mungkin menggunakan terapi testosteron, untuk membantu menekan efek estrogen sekaligus merangsang perkembangan karakteristik seks sekunder maskulin.
Itu termasuk pertumbuhan otot, redistribusi lemak tubuh, meningkatkan pertumbuhan rambut di tubuh dan wajah dan suara yang lebih dalam
ResearchTrusted Source menunjukkan bahwa menstruasi juga biasanya berakhir dalam 12 bulan setelah mereka memulai terapi testosteron dan seringkali dalam 6 bulan, yang dapat membuat kehamilan lebih sulit tetapi bukan tidak mungkin.
Meskipun terapi testosteron tidak membuat orang menjadi tidak subur, seseorang mungkin memiliki peluang lebih tinggi mengalami solusio plasenta, persalinan prematur, anemia dan hipertensi.
Jika seseorang telah menjalani histerektomi parsial, yang melibatkan pengangkatan rahim tetapi bukan ovarium, leher rahim dan saluran tuba, ada kemungkinan telur yang telah dibuahi menempel ke saluran tuba atau perut, mengakibatkan kehamilan ektopik.
Namun, ini sangat jarang terjadi, dan menurut review 2015Trusted Source, hanya ada 71 kasus yang tercatat sejak 1895.
Lalu, bagaimana dengan wanita transgender yang terlahir dengan jenis kelamin laki-laki?
Seseorang bisa hamil jika mereka memiliki rahim. Rahim adalah tempat janin berkembang. Sementara pria memiliki organ reproduksi, yakni testis dan penis, tetapi tidak memiliki rahim.
Dalam kebanyakan kasus, termasuk pria yang berhubungan seks dengan sesama pria tidak mungkin menghasilkan kehamilan. Namun, ahli menyebut bahwa penelitian baru tentang transplantasi rahim membuat kehamilan pria mungkin saja bisa terjadi di masa depan.
Transplantasi rahim
Transplantasi rahim sendiri adalah prosedur pembedahan yang relatif baru, yang melibatkan transplantasi rahim yang sehat ke dalam tubuh seseorang.
Namun, prosedur pembedahan ini masih bersifat eksperimental, bahkan untuk orang yang terlahir berjenis kelamin perempuan dengan infertilitas faktor uterus.
Sementara itu, tidak ada cukup penelitian untuk memastikan apakah orang yang terlahir berjenis kelamin laki-laki dapat hamil dan mengandung bayi selama 9 bulan.
Disebutkan bahwa sebelum seseorang dapat mempertimbangkan untuk menjalani transplantasi rahim, dokter perlu melihat kesehatan sosial, fisik dan mentalnya.
Mereka mungkin juga perlu mengonsumsi berbagai hormon. Seringkali, ini akan melibatkan terapi penggantian hormon (HRT), yang biasanya menyediakan estrogen dan progestogen. Setelah ketebalan dinding rahim lebih dari 7 milimeter, mereka harus mengonsumsi suplemen progesteron.
Mereka juga harus menunggu 6 bulan setelah operasi transplantasi rahim untuk memungkinkan penyembuhan. Hanya di titik inilah dokter dapat mentransplantasikan embrio.
Setelah operasi, tak menutup kemungkinan tubuh pasien menolak rahim barunya. Pasien harus menggunakan imunosupresan untuk mengurangi kemungkinan terjadinya hal ini.
Pasien juga harus menggunakan agen imunosupresif selama kehamilan untuk memastikan bahwa tubuh tidak menolak transplantasi rahim, yang dapat membuat janin terpapar bahan kimia berbahaya.