Kolom Prof Tjandra: Kenapa COVID-19 Positif Sesudah Divaksin
- satgas covid-19
VIVA – Kita ketahui bahwa vaksinasi sudah dimulai di Indonesia. Dalam hari-hari ini ada berita seorang Kepala Daerah dan juga seorang Dokter Spesialis yang positif COVID-19, dan mereka beberapa hari sebelumnya mendapat suntikan vaksin COVID-19.
Pengalaman di Indonesia ini bukan hal baru. Beberapa waktu yang lalu kita juga baca di media bahwa di negara lain juga ada anggota masyarakat yang disuntik vaksin COVID-19 dan beberapa waktu kemudian mereka melakukan tes dan ternyata positif COVID-19 juga. Akibatnya ada kemudian pihak yang bertanya-tanya, kenapa hal ini dapat terjadi. Setidaknya ada tiga hal yang dapat menjelaskan fenomena ini.
Pertama, seperti sudah banyak dibahas bahwa vaksin COVID-19 yang sekarang tersedia di dunia harus disuntikkan dua kali. Jadi, proteksi kekebalan baru akan terbentuk dengan baik beberapa waktu sesudah suntikan kedua. Artinya, beberapa hari sesudah suntikan pertama maka memang belum cukup terbentuk antibodi dalam tubuh manusia untuk mencegah terjadinya penyakit.
Jadi, kemungkin pertama seseorang ternyata COVID-19 positif beberapa hari sesudah disuntik vaksin adalah karena memang dia belum ada cukup antibodi sehingga masih mungkin tertular dan sakit. Dalam hal ini kita juga ketahui pula bahwa sekarang sedang dalam penelitian untuk mendapatkan vaksin COVID-19 yang hanya disuntikkan satu kali saja.
Kalau nanti benar-benar tersedia vaksin yang hanya sekali disuntik maka pembentukan antibodi dan proteksi tentu akan terjadi lebih cepat. Juga, penyuntikan hanya satu kali akan meningkatkan kepatuhan masyarakat karena tidak harus kembali lagi ke tempat penyuntikan 2-4 minggu sesudah penyuntikan pertama.
Penjelasan kedua adalah bahwa mungkin saja seseorang sudah tertular vaksin COVID-19 beberapa hari sebelum penyuntikan dilakukan. Misalnya saja, seseorang kemasukan/tertular virus COVID-19 pada tanggal 1, mungkin karena tidak mentaati 3 M dll, lalu tanggal 4 dia disuntik vaksin, dan lalu tanggal 7 dia menjalani tes PCR dan ternyata positif COVID-19, maka tentu kejadian sakitnya memang sudah terjadi sebelum vaksin dilakukan.
Kita tahu akan ada masa inkubasi yang katakanlah 7 hari, jadi walau virus masuk tanggal 1 maka baru sekitar tanggal 7 akan ada gejala dan tes dilakukan. Artinya, dalam hal ini kita tidak dapat mengatakan bahwa vaksinasi tidak bermanfaat, karena pasien sudah kemasukan virus dan proses infeksi sudah berjalan bahkan sebelum vaksinasi dilakukan.
Dalam keadaan ini perlu diketahui bahwa memang tidak ada bahaya kalau penyuntikan vaksin dilakukan pada seseorang yang sudah terinfeksi, dan memang tidak diperlukan skrining pemeriksaan PCR sebelum vaksinasi dilakukan.
Penjelasan ketiga adalah terkait efikasi, vaksin COVID-19 yang ada di dunia sekarang ini tidak ada yang efikasinya 100 persen. Artinya tidak ada vaksin yang 100 persen dapat menjamin bahwa seseorang tidak akan bisa sakit sama sekali, tidak ada proteksi 100 persen. Angka efikasi yang ada menunjukkan persentase rendahnya kemungkinan tertular dibandingkan mereka yang tidak divaksin.
Jadi kalau efikasi di bawah 100 persen seperti yang ada sekarang ini maka pasti akan ada saja kemungkinan seseorang tetap dapat tertular dan jadi sakit walau sudah dapat vaksinasi secara lengkap, hanya saja kemungkinan jadi sakitnya menjadi lebih kecil sejalan dengan angka efikasi vaksin yang bersangkutan.
Perlu diketahui juga bahwa beberapa penelitian vaksin COVID-19 menunjukkan bahwa pada mereka yang sudah divaksin maka kalau toh tertular dan jadi positif COVID-19 maka gejalanya relatif lebih ringan daripada mereka yang tidak divaksin sama sekali.
Vaksinasi COVID-19 baru mulai berjalan di Indonesia dan juga di dunia. Di satu sisi penelitian terus berjalan, data terus dikumpulkan dan dianalisa, semua ini harus berjalan seiring dengan penjelasan terus menerus ke masyarakat luas tentang informasi yang benar tentang vaksinasi COVID-19.
Semoga vaksinasi memberi dampak penting dalam pengendalian pandemi, tetapi jelas harus berjalan bersama upaya lainnya seperti 3 M dan M-M yang lain (seperti melakukan olahraga teratur, makan bergizi dll.), 3 T (test, trace dan treat) serta upaya nyata pengendalian pandemi lain yang patut dilakukan.
Prof Tjandra Yoga Aditama
Guru Besar Paru FKUI. Mantan Direktur WHO SEARO dan Mantan Dirjen P2P & Ka Balitbangkes
Seperti diketahui, saat ini jumlah kasus COVID-19 masih tinggi. Untuk itu selalu patuhi protokol kesehatan dan jangan lupa lakukan 3M: Memakai Masker, Menjaga Jarak dan Jauhi Kerumunan serta Mencuci Tangan Pakai Sabun.
#satgascovid19
#pakaimasker
#jagajarak
#cucitanganpakaisabun
#ingatpesanibu