Survivor COVID-19 Bisa Lebih Kebal dari Mutasi Corona

Ilustrasi virus corona/COVID-19.
Sumber :
  • Freepik/Harryarts

VIVA – Baru-baru ini sebuah studi mengungkapkan bahwa antibodi yang telah terbentuk pada orang yang telah terinfeksi virus sebelumnya memberikan sedikit perlindungan kekebalan terhadap mutasi virus corona yang ditemukan di Afrika Selatan. 

Selain itu, studi tersebut juga menemukan bahwa mutasi virus corona di Afrika Selatan juga lebih kuat menempel di sel manusia. Dari temuan itu juga menjelaskan mengapa virus ini menyebar sekitar 50 persen lebih cepat daripada versi sebelumnya, kata ahli epidemiologi Afrika Selatan, Salim Abdool Karim. 

Mutasi virus corona yang ditemukan di Afrika Selatan akhir tahun lalu itu diidentifikasi oleh ahli Genomik Afrika Selatan dengan nama 501Y.V2 itu diketahui telah menjadi pendorong utama gelombang kedua infeksi COVID-19 nasional, yang mencapai puncak harian di atas 21.000 kasus awal bulan ini.

501Y.V2 ini adalah salah satu dari beberapa varian baru yang ditemukan dalam beberapa bulan terakhir, termasuk yang pertama kali ditemukan di Inggris dan Brasil, yang dikhawatirkan para ilmuwan akan mempercepat penyebaran COVID-19. 

“Studi serum penyembuhan menunjukkan antibodi alami kurang efektif. (tetapi) data saat ini menunjukkan varian baru tidak lebih parah,” kata kata Abdool Karim, dikutip dari laman Asiaone. 

Di sisi lain, ilmuwan dan politisi di Inggris telah menyatakan keprihatinan bahwa vaksin yang saat ini sedang digunakan atau dalam pengembangan bisa jadi kurang efektif terhadap varian tersebut. Terkait hal itu, pada virtual conference yang digelar pada Senin kemarin, belum ada jawaban yang jelas untuk hal tersebut oleh para ilmuan. Mereka pun diketahui tengah melakukan penelitian terkait hal tersebut. 

“Kami memiliki alasan untuk khawatir karena virus telah menemukan cara untuk melarikan diri dari antibodi sebelumnya. Dunia telah meremehkan virus ini. Virus ini dapat berevolusi, ... beradaptasi dengan kita," kata ahli virus di Institut Penelitian Kesehatan Afrika, Alex Sigal.

Sebelumnya, para peneliti Afrika Selatan mengatakan bahwa karena vaksin menyebabkan tanggapan kekebalan yang luas, mutasi protein lonjakan varian tidak mungkin sepenuhnya meniadakan efeknya. 

Para peneliti mengulangi gagasan itu pada hari Senin.

“Sistem kekebalan kami sangat pintar. Mungkin ada kompensasi melalui senjata lain dari sistem kekebalan yang memungkinkan vaksin tetap bekerja,” kata salah satu tim peneliti, Willem Hanekom. 

Untuk diketahui, varian 501Y.V2 telah menyebar ke negara-negara di Eropa, Asia dan Amerika, serta beberapa negara Afrika lainnya. Menyebarnya mutasi virus ini menyebabkan beberapa negara memberlakukan pembatasan perjalanan ke dan dari Afrika Selatan.

Seperti diketahui, saat ini kasus COVID-19 masih tinggi. Patuhi selalu protokol kesehatan dan lakukan 3M: Memakai Masker, Menjaga Jarak, Mencuci Tangan Pakai Sabun.

#ingatpesanibu
#pakaimasker
#jagajarak
#cucitanganpakaisabun
#satgascovid19