Obat Kemoterapi Kanker Ungguli Remdesivir dalam Melawan COVID-19

Ilustrasi vitamin/obat.
Sumber :
  • Freepik/freepik

VIVA – Obat kemoterapi yang awalnya dikembangkan untuk mengobati kanker berpotensi digunakan kembali untuk menghambat replika novel coronavirus dan mengobati COVID-19. Demikian menurut sebuah studi berdasarkan simulasi komputer dan eksperimen laboratorium.

Penelitian yang diterbitkan dalam jurnal PLUS Computational Biology, menggabungkan beberapa teknik komputasi yang mensimulasikan interaksi obat virus dari perspektif yang berbeda dan saling melengkapi. 

Dilansir Times of India, Senin 4 Januari 2021, dengan menggunakan pendekatan hibrida ini, para ilmuwan dari Shenzhen Institute of Information Technology di China, menyaring 1.906 obat yang ada untuk mengetahui kemampuan potensialnya untuk menghambat replikasi virus corona dengan menargetkan protein virus yang disebut RNA-dependent RNA polymerase (RdRP).

Para peneliti mengidentifikasi 4 obat yang menjanjikan, yang kemudian diuji terhadap virus SARS-CoV-2 dalam percobaan laboratorium. 

Mereka mengatakan, dua obat yaitu pralatrexate dan azithromycin, berhasil menghambat replikasi virus. Bahkan percobaan laboratorium lebih lanjut menunjukkan, pralatrexate lebih kuat menghambat replikasi virus daripada remdesivir, obat yang saat ini digunakan untuk mengobati beberapa pasien COVID-19.

Menurut para ilmuwan, temuan ini menunjukkan bahwa pralatrexate berpotensi digunakan kembali untuk mengobati COVID-19. 

Namun, para peneliti mengatakan obat kemoterapi tersebut dapat menimbulkan efek samping yang signifikan jika digunakan untuk orang dengan limfoma terminal. Sehingga mereka menambahkan, penggunaannya untuk pasien COVID-19 belum terjamin. 

Tetapi penelitian tersebut menyoroti pentingnya strategi skrinning baru untuk mengidentifikasi obat yang dapat digunakan kembali. 

"Kami telah mendemonstrasikan nilai pendekatan hibrida baru kami yang menggabungkan teknologi pembelajaran mendalam dengan simulasi dinamika molekuler yang lebih tradisional," kata penulis studi, Haiping Zhang dari Shenzhen Institute of Information Technology. 

Kini, para peneliti sedang mengembangkan metode komputasi tambahan untuk menghasilkan struktur molekul baru yang dapat dikembangkan menjadi obat baru untuk mengobati COVID-19.