Vaksin COVID-19 Tidak Bisa Hentikan Penyebaran Virus
- Freepik/wirestock
VIVA – Indonesia diketahui sudah menerimaa 1,2 juta dosis vaksin COVID-19 Sinovac dari China. Meski begitu, vaksin tersebut masih menunggu hasil evaluasi dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI sebelum dinyatakan layak digunakan.
Kehadiran vaksin diakui memberi harapan baru bagi banyak orang di dunia di tengah pandemi virus corona. Tak sedikit juga yang menganggap kalau pandemi segera berakhir dengan ditemukannya vaksin.
Tapi, pada kenyataannya vaksin diciptakan bukan untuk menjadi solusi satu-satunya mengakhiri pandemi. Konsultan Biologi Molekuler Independen Ahmad Rusdan Handoyo Utomo, PhD, dalam acara Kelas Umum Pandemi yang diadakan Lapor COVID-19, mengatakan bahwa vaksin yang sudah ada saat ini tidak didesain untuk mencegah penularan, melainkan untuk mencegah gejala.
Karena itu, masyarakat harus tetap mematuhi protokol kesehatan seperti memakai masker, mencuci tangan dengan air dan sabun, serta menjaga jarak. Ini penting untuk tetap dilakukan karena setelah vaksin diberikan, masih menunggu 3 minggu hingga satu bulan untuk antibodi muncul.
"Penting ketika memahami wacana vaksin, pahami konteks 3T dan 3M, jangan sampai lemah. Vaksin sebagai solusi itu masih punya lubang besar, vaksin tidak bisa hentikan itu. Vaksin bukan quick fix," ujar Rusdan belum lama ini.
Ada alasan kenapa vaksin yang diciptakan saat ini hanya ditujukan untuk mencegah gejala. Rusdan menjelaskan, jika vaksin dibuat untuk mencegah penularan virus maka jumlah relawan dalam uji klinis harus dalam skala yang sangat besar.
Karenanya, biaya yang dibutuhkan pun akan sangat mahal. Selain itu, vaksin ini dibuat oleh perusahaan swasta yang tentunya ingin mendapatkan keuntungan atau komersial.
"Biaya yang tinggi mereka akan kembalikan lagi ke konsumen. Kalau vaksin terlalu mahal, siapa yang akan beli? Jadi, fokusnya mencegah gejala," jelasnya.