Sejumlah Relawan Vaksin Pfizer Ungkap Efek Samping Vaksin Itu
- Pixabay/pearson0612
VIVA – Pekan lalu, produsen obat Pfizer mengumumkan bahwa calon vaksin COVID-19 yang dikembangkan bersama BioNTec menunjukkan efektivitas lebih dari 90 persen. Klaim ektivitas calon vaksin tersebut didapatkan dari 43.000 relawan yang mendapat dua dosis vaksin atau plasebo.
Dari situ, ditemukan bahwa kurang dari 10% infeksi terjadi pada peserta yang telah diberi vaksin. Dan lebih dari 90% kasus terjadi pada orang yang telah diberi plasebo.
Dilansir dari laman The Sun, beberapa dari 43.500 relawan vaksin tersebut membandingkan efek samping vaksin itu dengan vaksin flu, termasuk sakit kepala dan nyeri otot. Salah satu relawan vaksin Glenn Deshields, 44, dari Austin, Texas, Anerika menyebut merasa mabuk berat usai mendapat suntikan vaksin tersebut, tetapi gejala tersebut segera sembuh.
Relawan lainnya, Carrie, 45 tahun dari Missouri, mengatakan dia mengalami sakit kepala, demam dan nyeri tubuh, setelah suntikan pertamanya pada bulan September lalu.
"Efek sampingnya yang dibandingkan dengan efek dari suntikan flu lebih buruk setelah mendapatkan dosis kedua bulan lalu," katanya.
Karena uji coba menggunakan metode double blind, para peserta tidak tahu apakah mereka menerima vaksin atau plasebo.
Tapi Carrie, yang bekerja di bidang penerbitan, yakin dia diberi suntikan COVID-19, karena efek samping yang dialaminya. Deshields juga menganggap dia mendapatkan McCoy asli setelah menderita gejala seperti mabuk setelah disuntik.
Dia kemudian menjadwalkan tes antibodi melalui dokternya dan hasilnya positif, jadi dia yakin belum menerima plasebo. Dia mengatakan reaksi kekebalannya sendiri terhadap suntikan itu membuatnya yakin tentang vaksin itu, tetapi dia tetap "sangat bersemangat" untuk kabar evaluasi terbaru mengenai vaksin ini hari ini.
Untuk diketahui, Pfizer mengatakan Senin ini, pihaknya akan mengumumkan hasil evaluasi terbaru apakah vaksin melindungi orang dari penyakit COVID-19 yang parah dan apakah vaksin tersebut dapat memberikan perlindungan jangka panjang terhadap penyakit COVID-19, bahkan pada pasien yang telah terinfeksi sebelumnya.