Mitos Pakai Masker Bikin Kekurangan Oksigen, Ini Penjelasan Ahli
- Freepik/freepik
VIVA – Penggunaan masker menjadi hal yang wajib saat berada di luar rumah ketika pandemi COVID-19. Namun sayangnya, masih banyak yang abai dengan aturan ini karena merasa tidak leluasa bernapas saat memakai masker.
Terlebih ada anggapan di masyarakat tentang penggunaan masker, terutama masker medis, yang bisa mengurangi asupan oksigen dan membuat penumpukan karbondioksida. Namun, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menepis anggapan tersebut.
Mereka menyatakan bahwa penggunaan masker medis atau bedah yang berkepanjangan tidak menyebabkan kekurangan oksigen atau keracunan karbondioksida. Seorang ahli bedah kardiotoraks di Columbia, Dr Mehmet Oz, melakukan sebuah percobaan terkait hal itu.
Melalui sebuah video, Mehmet mengukur saturasi oksigennya sebelum dan sesudah mengenakan masker bedah dan respirator N-95 menggunakan oksimeter denyut.
Baca juga: Pahami Lagi, Ini Penyebab Munculnya Jerawat Akibat Penggunaan Masker
Hasilnya, tingkat saturasi oksigen tampaknya tidak berubah selama seluruh percobaan.
“Dengar, saya memakai masker selama 12 jam operasi sepanjang karier saya tanpa masalah. Kamu bisa terbiasa memakainya saat pergi berbelanja,” jelas dia dikutip laman Times of India.
Namun, di rumah, para ahli medis mengakui bahwa masker medis dapat menimbulkan rasa tidak nyaman dan juga dapat memengaruhi kadar oksigen. Direktur Departemen Kardiologi di Rumah Sakit Max Super Speciality, Dr Manoj Kumar, menekankan bahwa masker medis seperti masker N-95 dan KN95 (dikenakan oleh dokter, perawat, dan tenaga medis lainnya) pasti memengaruhi kadar oksigen dan tidak boleh digunakan secara terus menerus selama lebih dari enam jam.
"Masker medis seperti N-95 ini pasti menurunkan konsentrasi oksigen dan juga dapat menyebabkan retensi CO2,” jelas dia.
Baca juga: Jangan Sepelekan, Salah Cuci Masker Kain Bisa Picu Jerawat
Dia menyarankan bahwa masker medis ini hanya boleh dipakai oleh petugas medis dan pekerja di garis depan lainnya saat mereka melakukan kontak dekat dengan pasien COVID-19.
Dia menyarankan agar masyarakat memakai masker wajah tiga lapis untuk melindungi diri dari virus.
“Dalam 3 lapisan masker pengurangan tingkat oksigen dan retensi karbon dioksida sangat sedikit. Sehingga, masker itu bisa lebih nyaman untuk masyarakat umum yang tidak bersentuhan dengan pasien virus corona sepanjang hari, tidak seperti tenaga medis,” jelas dia.
Di sisi lain, Dr Manoj menjelaskan masker tiga lapis dapat dikenakan oleh siapa saja yang berusia di atas lima tahun, sedangkan untuk anak-anak di bawah usia lima tahun, hal ini dapat memengaruhi kadar oksigen secara lebih agresif. Karenanya, anak kecil tidak disarankan untuk memakai masker 3 lapis.
Baca juga: Masker Termahal di Dunia Rp22 M Dipesan Khusus Miliarder China
”Seseorang dapat menggunakan masker dari katun buatan sendiri untuk anak-anak," kata dua.
Di sisi lain, terkait dengan anggapan penggunaan masker saat melakukan olahraga yang dapat memberikan tekanan ekstra pada paru-paru saat bernapas, Dr Manoj mengungkapkan, seseorang harus berolahraga secara terpisah, dan sebisa mungkin untuk menghindari penggunaan masker saat berolahraga.
"Seseorang tidak boleh melakukan latihan berat apa pun saat memakai masker (terutama masker medis N-95). Bahkan masker tiga lapis harus dihindari saat berolahraga atau melakukan aktivitas berat. Anda boleh menggunakan masker tiga lapis saat berjalan-jalan ringan, tapi tidak lebih dari itu. Pilihan terbaik Anda adalah melakukan semua latihan keras secara terpisah,” katanya.
Pada akhirnya, ahli jantung menegaskan bahwa apa pun efek samping dari penggunaan masker untuk jangka waktu yang lama, perlindungan yang diberikan masker terhadap virus corona baru pasti lebih besar daripada risikonya.
“Saat kami terus memerangi pandemi, fokusnya harus pada penggunaan penutup wajah dan masker yang tidak membatasi pernapasan Anda tetapi tetap memberi Anda perlindungan lengkap,” ujarnya.