Kemenkes Klaim Telemedisin Efektif Putus Rantai COVID-19
- Freepik/freepik
VIVA – Telemedisin atau pelayanan kesehatan jarak jauh diyakini sebagai sebuah terobosan dalam pelayanan kesehatan. Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI sudah mengeluarkan Surat Edaran terkait praktik telemedisin. Karena di tengah pandemi COVID-19 banyak yang takut untuk pergi ke dokter, menggunakan pelayanan telemedisin ternyata bisa sangat membantu.
Staf Khusus Menteri Kesehatan Alexander Ginting mengatakan dalam webinar Tantangan Pelayanan Kesehatan di Masa Depan yang digelar Kementerian Komunikasi dan Informatika bersama Katadata, telemedisin bisa digunakan untuk memutus rantai penyebaran virus corona jenis baru itu. Dengan telemedisin, masyarakat tak harus datang ke Rumah Sakit (RS) untuk melakukan tes virus SARS-CoV-2 tersebut.
“Kami meminta bantuan dari Ikatan Dokter Indonesia dan juga Asosiasi Telemedisin untuk mensosialisasikan praktik telemedisin ini ke seluruh Indonesia. Kami juga minta start-up telemedisin untuk tidak hanya fokus di pulau Jawa dan Sumatera. Telemedisin harus menjangku seluruh masyarakat terutama yang berada di wilayah tertinggal,” kata Ginting beberapa waktu lalu.
Baca Juga: Ilmuwan Berhasil Pecahkan Kode Rusaknya Paru-paru Akibat COVID-19
Mengutip dari Katadata, kunjungan ke aplikasi telemedisin melonjak 600 persen di masa pandemi. Maka dari itu, Kemenkes pun sudah membangun ekosistem digital antara lain dengan membuat aplikasi yang bisa menghubungkan RS rujukan dan puskesmas.
Aplikasi itu juga bisa memberikan informasi tak hanya tentang orang yang sakit tetapi juga jumlah tempat tidur yang tersedia. Namun, ekosistem yang dibangun Kemenkes tak cukup karena harus dibantu sektor swasta. Karena itu, Kemenkes mengimbau start-up telemedisin untuk tidak hanya fokus di pulau Jawa dan Sumatera tapi juga di daerah terpencil dan terbelakang.
Ada pun Ketua Umum Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Daeng M Faqih mengatakan, terdapat tiga hal yang penting dalam konsep digital health. Pertama, infrastruktur internet harus memadai serta tenaga kesehatan harus melakukan kolaborasi dengan start-up, komunitas faskes dan farmasi dalam satu ekosistem digital.
Kedua, integrasi telemedisin yaitu pelayanan kesehatan yang terkomputerisasi serta tenaga medis yang menguasai dan paham akan literasi teknologi. Ketiga, electronic medical record yaitu sistem informasi terintegrasi kerahasiaan pasien. Pihaknya berharap pemerintah segera membuat aturan permanen terkait telemedisin.
"IDI mendorong seluruh perhimpunan untuk menentukan pelayanan apa yang pantas secara etik dan hukum yang bisa dilakukan telemedis. Misalnya, tindakan yang memerlukan pemeriksaan dengan alat tertentu, tindakan gawat darurat tidak bisa dilakukan telemedisin. Hal yang ringan seperti pengiriman data, konsultasi mungkin bisa dilakukan. Perhimpunan kedokteran diharapkan bisa memetakan dan memberi masukan ke pemerintah sebagai regulator untuk memutuskan mana yang memungkinkan dan mana yang tidak," kata Daeng.