Siapa yang Berhak Mendapatkan Imunisasi Vaksin Corona?
- Pixabay/kfuhlert
VIVA – Sejumlah produsen vaksin di seluruh dunia diketahui tengah berlomba membuat vaksin COVID-19 dan melakukan uji coba vaksin. Namun kini, mulai muncul sejumlah pertanyaan siapa orang pertama yang paling berhak untuk mendapatkan vaksin COVID-19?
Director of The National Institute of Health, Dr. Francais Collins angkat bicara. Menurutnya banyak orang akan merasa dirinya paling berhak untuk mendapatkan vaksin corona untuk yang pertama.
"Tidak semua orang akan menyukai jawabannya. Banyak orang yang akan merasa bahwa mereka seharusnya berada di urutan teratas dari daftar yang mendapatkan vaksin," kata dia.
Secara umum kata dia, orang pertama yang berhak mendapatkan vaksin corona adalah para petugas kesehatan dan orang-orang yang paling rentan terhadap infeksi. Namun dia kemudian melemparkan ide.
Baca Juga: #TanyaDokter: Bagaimana Cara Mendapatkan Tidur yang Berkualitas?
Tapi Collins melemparkan ide-ide baru yakni memberikan prioritas kepada orang-orang yang berada pada wilayah penyebaran virus paling tinggi. Kemudian, pihak lainnya yang perlu mendapatkan vaksin adalah para relawan yang mendapatkan vaksin saat melakukan uji coba.
"Kami berutang pada mereka ... beberapa prioritas khusus," kata Collins.
Dia menjelaskan bahwa para relawan perlu mendapat perhatian sebab, setidaknya ada puluhan ribu relawan untuk membuktikan mana dari beberapa vaksin COVID-19 eksperimental yang aman dan efektif. Pengujian vaksin ini melibatkan Moderna Inc. dan Pfizer Inc. yang mencakup masing-masing 30.000 sukarelawan. Belum lagi uji coba yang akan dilakukan oleh AstraZeneca, Johnson & Johnson dan Novavax. Juga termasuk vaksin yang dibuat di China yang juga diujicobakan di negara-negara lain meski jumlahnya lebih kecil.
Dilema tentang siapa yang paling berhak pertama kali mendapatkan vaksin corona ini juga dirasakan bukan hanya Amerika Serikat, tetapi juga Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). WHO juga diketahui sedang bergulat dengan pertanyaan yang sama siapa yang pertama kali mencoba untuk memastikan vaksin didistribusikan secara adil ke negara-negara miskin. Keputusan makin sulit dibuat ketika negara-negara kaya memojokkan pasar untuk mendapatkan vaksin terlebih dahulu.
Di Amerika, Komite Penasihat Praktik Imunisasi, kelompok yang dibentuk oleh Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit, seharusnya merekomendasikan siapa yang akan divaksinasi dan kapan pelaksanaan vaksinasi. Bahkan saking sulitnya menentukan, pihaknya menggaet ahli vaksin dari National Academy of Medicine, yang disewa oleh Kongres untuk memberi nasihat kepada pemerintah, juga diminta untuk mempertimbangkannya.
"Menetapkan prioritas akan membutuhkan akal sehat yang kreatif dan bermoral," kata Bill Foege, yang merancang strategi vaksinasi.
Di sisi lain, Direktur CDC Robert Redfield mengatakan bahwa masyarakat harus melihat alokasi vaksin ini secara adil dan transparan. Mengingat adanya kemungkinan misinformasi terkait vaksin ini.
Lalu bagaimana cara memutuskan? Pertama, CDC menyarankan pemberian vaksinasi kepada 12 juta orang dengan keadaan kondisi kesehatan yang kritis, tenaga keamanan nasional dan pekerja penting lainnya. Berikutnya adalah 110 juta orang dengan risiko tinggi tertular virus corona yakni mereka yang berusia di atas 65 tahun yang tinggal di fasilitas perawatan jangka panjang, atau mereka yang berusia berapa pun yang memiliki tingkat kesehatannya buruk atau yang juga dianggap pekerja penting seperti petugas medis. Sebab, risiko bagi petugas kesehatan saat ini jauh berbeda dari pada hari-hari awal pandemi.
Kemudian muncul pertanyaan di luar bidang kesehatan dan keamanan, apakah yang menjadi pertanyaan penting apakah pekerja di pabrik unggas atau guru sekolah juga termasuk? Dan bagaimana jika vaksin tidak bekerja dengan baik di antara populasi yang rentan seperti di antara orang yang lebih muda dan lebih sehat?
Pertimbangan lainnya adalah kaum miskin kota yang hidup dalam komunitas padat, kurang memiliki akses ke perawatan kesehatan dan tidak dapat bekerja dari rumah seperti orang Amerika yang lebih istimewa, kata Dr. Sharon Frey dari Universitas St. Louis. Tetapi, Dr. Henry Bernstein dari Northwell Health mengungkapkan mungkin lebih baik melakukan vaksinasi untuk seluruh keluarga daripada mencoba memilih satu orang berisiko tinggi dalam sebuah rumah tangga.