Lingkungan Buruk Picu Stunting, Ini Pencegahannya
- vstory
VIVA – SSGBI (Survei Status Gizi Balita Indonesia) 2019, menemukan angka stunting sebesar 27,7 persen. Meski angka stunting mulai turun, tetap saja berarti 3 dari 10 balita Indonesia menderita stunting.
Senior Technical and Liasion Adviser Early Childhood Education and Development Tanoto Foundation, Widodo Suhartoyo mengungkapkan, 70 persen penyebab stunting disebabkan oleh hal-hal di luar kesehatan dan gizi. Termasuk di antaranya sanitasi, lingkungan, perilaku.
Secara spesifik, 30 persen permasalahan stunting disebabkan oleh perilaku yang salah. “Karenanya, perubahan perilaku menjadi hal yang sangat penting dalam upaya pencegahan stunting,” ujarnya dalam Talkshow Virtual bersama Tanoto Foundation, Kamis 30 Juli 2020.
Ia memaparkan, perilaku masyarakat yang bisa memicu terjadinya stunting misalnya perilaku yang kurang baik dalam pola hidup, pola makan, dan pola pengasuhan anak. Genetik, kata dia, tidak selalu menentukan perkembangan si kecil.
Baca juga: Semprot Mendikbud, Emak-emak Montok Ini Makin Ngetop
“Orang tua yang pendek tidak otomatis akan memiliki anak pendek. Anak bisa menjadi pendek karena orang tua menerapkan pola asuh dan pola makan seperti yang diterimanya dulu. Lingkaran ini harus diputus,” tegasnya.
Tanoto Foundation sebagai lembaga filantropi independen yang bergerak di bidang pendidikan, memiliki misi agar semua anak mampu mencapai potensi belajar yang maksimal, sesuai tahap perkembangannya, dan siap sekolah.
Ini meliputi pengurangan stunting, peningkatan kualitas pengasuhan anak usia 0-3 tahun, serta peningkatan akses dan kualitas layanan pengembangan anak usia dini.
Semua pelayanan ini disalurkan melalui lingkungan belajar di rumah, pusat layanan anak usia dini (misalnya Posyandu dan PAUD), serta komunitas desa dan pemerintah desa.
Baca juga: Aktif Instagram Lagi, Pose Anggun Hana Hanifah Guncang Warganet
Sejauh ini, Tanoto Foundation memiliki program intervensi stunting di Riau (Rokan Hulu), Sumatera Barat (Pasaman dan Pasaman Barat), Banten (Pandeglang), Jawa Barat (Garut), Kalimantan Selatan (Hulu Sungai Utara).
Selain itu, ada pula di Kalimantan TImur (Kutai Kartanegara), NTB (Lompok Utara dan Lombok Barat), NTT (Alor, Simot Tengah Selatan), Sulawesi Barat (Majene), dan Maluku (Seram Barat).
Widodo menjelaskan, tidak semua wilayah menerima program yang sama. Misalnya di 6 wilayah (Pasaman Barat, Garut, Hulu Sungai Utara, Majene, Seram Barat, dan Alor), Tanoto Foundation bekerja sama dengan Alive&Thrive untuk melakukan studi, lalu membuat semacam prototipe untuk melakukan perubahan perilaku di area-area tersebut.
"Misalnya di Hulu sungai Utara, daerah yang sangat kaya akan ikan. Namun anak-anak di sana tidak banyak makan ikan, ikan lebih banyak dijual keluar. Setelah diteliti, ikan biasanya hanya dibakar atau digoreng. Maka salah satu rekomendasinya, membuat resep masakan ikan sehingga anak-anak tidak bosan makan ikan,” papar Widodo. (day)