Waspada, Usia Ini Rentan Alami Penyakit Batu Tanduk Rusa Ginjal
- Shanghaiist
VIVA – Penyakit batu ginjal memiliki beberapa jenis. Salah satunya adalah batu tanduk rusa ginjal (staghorn stone). Ini adalah salah satu batu ginjal yang bentuknya menyerupai tanduk.
Selain itu, mempunyai cabang-cabang yang terdapat di pelvis renalis sampai mengenai dua atau lebih kaliks renalis, sehingga membentuk gambaran seperti tanduk rusa. Besar kecilnya batu ini tergantung dari ukuran ginjal.
Penyakit satu ini tentu tak boleh dianggap remeh. Meski saat ini, masih belum ada data mengenai prevalensi batu tanduk rusa di Indonesia. Tetapi, menurut data RISKESDAS tahun 2013, prevalensi penyakit batu ginjal di Indonesia mencapai 0,6 persen atau sekitar 1,2 juta orang.
Menurut Dokter Spesialis urologi FKUI-RSCM, Dr. Ponco Birowo, Sp.U(K), Ph.D, batu tanduk rusa sangat rentan dialami pasien yang memiliki riwayat keturunan saluran kemih, asam urat, infeksi saluran kemih, ginjal tunggal, obesitas dan sindrom metabolik.
"Penyakit ini juga rentan bagi mereka yang memiliki hiperparatiroidisme, ginjal polikistik, dan penyakit pencernaan (reseksi usus, penyakit chron, gangguan absorpsi). Juga, kelainan saraf tulang belakang (medula spinalis) dengan gejala seperti sering mengompol (neurogenic bladder)," ujarnya saat virtual media breafing bersama Uegenia Communications," Rabu 29 Juli 2020.
Lebih lanjut dokter Ponco menjelaskan, abnormalitas struktur ginjal seperti obsruksi UPJ, divertikulum kaliks, striktur uretra, refluks vesiko-uretero-renal, ginjal tapal kuda, uretterocele, juga termasuk pasien dengan faktor risiko batu tanduk rusa.
"Bagi kelompok usia 55-64 tahun paling rentan terkena batu tanduk rusa. Dengan prevalensi pada laki-laki 0,8 persen dan perempuan 0,4 persen. Beberapa faktor yang memengaruhi, di antaranya
gangguan hormon, penyakit ginjal bawaan, penyakit pencernaan, dan kelainan saraf tulang belakang," lanjut dia.
Sedangkan beberapa gejala dari batu tanduk rusa ginjal antara lain, sakit pinggang, buang air kecil berdarah, berpasir dan nyeri.
"Kalau sudah tahap lanjut terjadi infeksi keluhannya adalah demam. Sama seperti COVID-19, seringkali penyakit ini timbul tanpa gejala," kata dokter Ponco.