Bukan Nakal, Anak Hiperaktif Mungkin Idap ADHD

Ilustrasi anak aktif
Sumber :
  • Pixabay

VIVA – ADHD atau Attention deficit hyperactivity disorder pada anak dapat mengakibatkan seorang anak sulit untuk memusatkan perhatiannya, serta memiliki perilaku impulsif dan hiperaktif. Seringkali di masyarakat, anak dengan gejala ADHD diberi label sebagai bocah nakal.

Pada umumnya, ADHD menyerang pada masa kanak–kanak, namun gejala yang ditimbulkan dapat terjadi secara terus menerus hingga masa remaja atau dewasa. Sayangnya, orang-orang di sekitar anak dengan ADHD tidak menyadari bahwa anak tersebut memiliki gangguan, dan menilainya sebagai anak nakal dan malas karena tidak dapat berkonsentrasi (memusatkan perhatian pada suatu hal) dan tidak mau diam.

Padahal sikap tersebut merupakan beberapa gejala dari gangguan ADHD. Adapun gejala – gejala lain dari ADHD yang dapat terlihat yaitu sulit berkonsentrasi atau memusatkan perhatian, berperilaku impulsif dan hiperaktif, tidak bisa diam dan selalu ingin bergerak.

"Hiperaktif memiliki gejala persisten yakni berlangsung lebih dari 6 bulan. Kalau cuma sebentar nggak bisa disebut ADHD," ujar Dokter Spesialis Anak, dr. Herbowo Soetomenggolo, Sp.A (K), dalam Seminar Awam Virtual bersama Johnson & Johnson, Jumat 24 Juli 2020.

Baca Juga: 6 Zodiak Ini Hobi Banget Mencintai Orang yang Gak Bisa Dimiliki

Selain itu, gejalanya yang sangat terlihat adalah gangguan perhatian. Biasanya, anak ini sulit untuk fokus dalam satu permainan dan mudah bosan.

"Gangguan hiperaktif juga. Paling penting adalah menganggu sosial dan akademik. Kalau gejalanya bukan itu, anak hanya aktif biasa saja," jelasnya.

Sedangkan karakteristik pribadi seorang anak ADHD dapat dilihat bahwa perhatiannya sangat mudah teralihkan; tidak menyukai pertanyaan matematika, memecahkan masalah, dan bacaan yang panjang; seringkali menginterupsi guru dan teman sekelas saat berbicara; dan memiliki kepercayaan diri yang rendah.

Hingga saat ini penyebab dari ADHD belum diketahui secara pasti, namun menurut beberapa penelitian yang telah dilakukan, sejumlah kasus ADHD menunjukkan adanya beberapa bagian otak berukuran lebih kecil dan metabolisme di otaknya mengalami penurunan di daerah tertentu. 

Berbagai tata laksana untuk ADHD hanya dapat dilakukan secara efektif dengan dukungan dan bantuan dari keluarga dan orang–orang di sekitarnya. Intervensi perilaku beserta farmakoterapi adalah terapi yang baik bagi ADHD.

"ADHD adalah kelainan organik dengan gangguan neurotransmisi otak, dimana dapat dibantu dengan medikasi, yaitu dengan memberikan obat–obatan yang secara efektif dapat membantu mengendalikan gejala ADHD," kata dia.