Studi Awal: Vaksin TB Bisa Tekan Kematian Akibat COVID-19
- Pixabay
VIVA – Sebuah studi awal di Amerika Serikat menyebut vaksin tuberkulosis berperan dalam mengurangi angka kematian COVID-19. Studi ini dilakukan oleh peneliti dari Institut Nasional Alergi dan Penyakit Menular dari National Institutes of Health.
Para peneliti di sana membuat tautan ke Bacille Calmette-Guerin, atau BCG, setelah membandingkan data tentang tingkat kematian COVID-19 di seluruh dunia. Mereka menemukan bahwa beberapa wilayah Amerika Latin seperti Pernambuco, Rio de Janeiro dan Sao Paulo di Brazil dan Mexico City di Meksiko memiliki angka kematian akibat COVID-19 jauh lebih rendah daripada negara bagian di AS seperti New York, Illinois, Louisiana, dan Florida.
“Ini luar biasa, mengingat bahwa Amerika Latin memiliki kepadatan populasi yang jauh lebih tinggi daripada yang dianalisis oleh negara-negara Amerika Utara, termasuk New York,” tulis rekan penulis Carolina Barillas-Mury dalam makalah peer-review dalam Prosiding the Akademi Ilmu Pengetahuan Nasional Amerika Serikat pada hari Selasa.
Baca Juga: Virus Corona Menyebar Lewat Udara, WHO Rilis Pedoman Baru
Di Eropa, Jerman juga memiliki hasil yang mengejutkan yakni angka kematian akibat COVID-19 2,9 kali lebih tinggi di antara orang-orang bekas Jerman Barat dibanding Jerman Timur. Dan tingkat kematian di Italia empat kali lebih tinggi daripada di Finlandia.
Dilansir dari laman Asiaone, menurut penelitian, tempat-tempat di mana angka kematian lebih rendah bervariasi dalam hal distribusi usia, pendapatan, dan akses perawatan kesehatan. Tetapi negara tersebut (negara dengan angka kematian rendah) memiliki satu kesamaan yakni melakukan program vaksinasi TB.
Di Jerman, misalnya, rencana imunisasi BCG berbeda sebelum negara itu disatukan pada tahun 1990.Sedangkan bekas negara Jerman Timur mulai melakukan program vaksin TB pada anak-anak satu dekade lebih awal daripada di Barat, yang berarti lebih banyak orang Jerman yang lebih tua di bagian timur negara itu kemungkinan telah diberikan vaksin.
Berdasarkan data tersebut, para peneliti memperkirakan bahwa peningkatan 10 persen dalam cakupan vaksin TB dapat menyebabkan penurunan 10 persen dalam kematian akibat COVID- 19.
Para peneliti juga menantang Organisasi Kesehatan Dunia terkait vaksin TB yang disebut belum terbukti. "Studi ekologi semacam itu rentan terhadap bias yang signifikan dari banyak perancu, termasuk perbedaan dalam demografi nasional dan beban penyakit, tingkat pengujian untuk infeksi virus COVID-19, dan tahap pandemi di setiap negara," kata WHO pada April lalu.
Luis Escobar, salah satu penulis studi terbaru, mengatakan penelitian telah mempertimbangkan kekhawatiran WHO. "Semua negara berbeda: Guatemala memiliki populasi muda yang lebih banyak dari Italia, jadi kami harus membuat penyesuaian data untuk mengakomodasi perbedaan-perbedaan itu," katanya.
Para peneliti mengatakan efek positif dari vaksin ditemukan signifikan, tetapi mereka tidak memiliki jawaban pasti mengapa.
BCG, mengandung strain hidup Mycobaterium bovis, yang terkait dengan bakteri penyebab TB. Studi sebelumnya telah menemukan bahwa vaksin itu juga dapat memberi anak-anak perlindungan luas terhadap penyakit lain seperti infeksi saluran pernapasan yang tidak terkait dengan TBC. Fenomena ini telah dilaporkan di negara-negara termasuk Guinea-Bissau dan Spanyol.
Barillas-Mury mengatakan para peneliti menduga vaksin itu dapat "melatih" respons imun bawaan anak. Dia juga mencatat dalam sebuah pernyataan pada hari Rabu bahwa jika vaksin itu terbukti melindungi terhadap COVID19. “Produksi harus meningkat untuk memenuhi lonjakan permintaan vaksin yang tiba-tiba untuk mencegah keterlambatan distribusi ke negara-negara yang sangat membutuhkan itu untuk melawan TBC,” kata dia.
Tetapi para peneliti mengingatkan bahwa hasil mereka adalah awal dan tidak boleh digunakan untuk memandu kebijakan pemerintah pada tahap ini.