Minum Milk Tea Tiap Hari Selama Sebulan, Remaja Koma 5 Hari

Ilustrasi bobba, minuman berpemanis
Sumber :
  • Pixabay/sam651030

VIVA – Pandemi COVID-19 yang membatasi ruang gerak dan aktivitas di luar rumah, nyatanya tidak cukup kuat untuk menghentikan kegemaran orang minum minuman manis seperti milk tea. Bahkan, ada yang sampai ketagihan hingga menjadi kecanduan.

Padahal, sudah banyak contoh kasus dan para ahli kesehatan yang menunjukkan bahwa konsumsi minuman seperti milk tea bisa berdampak buruk pada kesehatan. Contoh lain yang belum lama terjadi adalah seorang gadis remaja yang koma selama lima hari akibat konsumsi milk tea berlebihan.

Dilansir laman World of Buzz, seorang remaja 18 tahun bernama Tian Tian sangat terobsesi dengan milk tea hingga ia bisa memesan minuman itu hampir Rp200 ribu setiap hari. Bahkan, menurut laporan Sina, ia melakukan itu selama sebulan penih. Ibu Tian Tian mengatakan, putrinya bisa minum dua gelas milk tea setiap hari.

Pada tanggal 2 Mei, Tian Tian harus dilarikan ke Rumah Sakit Ruijin, Shanghai, setelah dia ditemukan tak sadarkan diri. Dia langsung dibawa ke Unit Perawatan Intensif Darurat (EICU) dan hasil pemeriksaan menunjukkan kalau kadar gula darahnya 25 kali lebih tinggi dibanding orang normal.

Beberapa laporan mengatakan kalau nyawa Tian Tian hampir melayang dan dia harus bergantung pada ventilator untuk bernapas karena menderita beragam komplikasi kesehatan, termasuk gula darah tinggi dan kerusakan ginjal. Baru kemudian diketahui kalau dia sebenarnya mengalami gejala seperti mual, mulut kering dan polyuria (dorongan untuk sering buang air kecil) selama lebih dari seminggu sebelum jatuh koma.

Beruntung, Tian Tian bisa sadarkan diri setelah berjuang selama lima hari. Dampak dari perawatan yang didapat, Tian Tian kehilangan berat badan hingga 35 kilogra (kg). Dia pun berjanji pada tim medis di EICU Rumah Sakit Ruijin bahwa dia tidak akan minum milk tea lagi.

Selain obsesi dengan minuman manis, Tian Tian juga tidak pernah berolah raga dan berat badannya mencapai 125kg. Direktur Lu dari tim EICU mengatakan bahwa ini adalah satu dari tiga kasus lainnya di mana pasien kritis menderita kondisi yang sama dengan Tian Tian. Pasien tersebut memiliki berat badan berlebih dan diabetes tanpa diketahui.