Viral Salam Corona Ala Sri Mulyani, Dokter: Tidak Direkomendasikan

Salam corona ala Jusuf Kalla dan Sri Mulyani
Sumber :
  • Instagram

VIVA – Social atau physical distancing, disebut sebagai salah satu cara efektif untuk memerangi penyebaran virus corona atau COVID-19. Dengan menjaga jarak aman, setidaknya satu meter dari orang lain, virus tidak akan bisa menempel di anggota tubuh kita. 

Begitupun dengan bersalaman. Selama menghadapi pandemi virus corona ini, kita dilarang untuk bersalaman dengan siapapun, karena bersalaman tangan berpotensi menularkan COVID-19. Namun, rasanya sangat sulit menghindari kebiasaan satu ini. Mengingat, salaman tangan menjadi salah satu budaya di negara kita. 

Alhasil, banyak orang yang mencari alternatif untuk menggantikan salam tangan tersebut. Nah, yang belum lama ini viral adalah salam corona. Salam corona menjadi tren setelah Menteri Keuangan, Sri Mulyani, dan mantan Wakil Presiden, Jusuf Kalla, melakukannya dan menjadi viral di media sosial.

Salam ini dilakukan dengan saling membenturkan siku. Salam corona pun menjadi tren menggantikan salam menggenggam tangan di lingkungan pejabat negara. Setelah itu, tak sedikit orang yang mengikuti tren ini, karena dianggap jauh lebih aman dari berjabat tangan. Tapi, benarkah demikian? 

Menanggapi hal tersebut, Dokter Spesialis Jantung Paru, dr Vito A. Damay Sp. JP(K), menjelaskan, salam corona atau salam dengan membenturkan siku kita dengan orang lain, tidak menjamin sudah aman. Apa alasannya? 

"Siku kan kita harus deket sama orangnya, jadi enggak nyampe semeter pasti," ujarnya saat menjadi bintang tamu di program Tonight Show, baru-baru ini. 

Tapi, saat kita bersin dan batuk, selain memakai masker dan menutup mulut menggunakan tisu, salah satu cara yang dianjurkan adalah menutupnya dengan siku bagian dalam. Hal itu karena, banyak orang berpikir, siku bagian dalam jarang terjamah atau dipegang. 

Lalu, bagaimana dengan anggapan tersebut? Atas pernyataan itu, dokter Vito pun menjawabnya dengan memberikan satu perumpamaan beserta solusinya. 

"Kalo orang di keramaian misalnya, dia kan enggak tahu sikunya udah kena siapa aja. Makanya karena itu, siku bukan jadi rekomendasi utama, dari jauh aja," tuturnya.