Daftar Makanan yang Ampuh Cegah Anemia dan Aman bagi Ibu Hamil

Ilustrasi ibu hamil.
Sumber :
  • Stocksnap

VIVA – Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 menunjukkan 48,9 persen ibu hamil di Indonesia mengalami anemia atau kekurangan darah. Hasil ini meningkat jika dibandingkan Riskesdas tahun 2013 yaitu sebesar 37,1 persen.

Dari data tersebut, ibu hamil usia 15-24 tahun merupakan yang paling banyak mengidap anemia yakni sebesar 84,6 persen. Sementara, ibu hamil usia 25-34 tahun sekitar 33,7 persen, lalu ibu hamil usia 35-44 tahun sebanyak 33,6 persen, dan ibu hamil usia 45-54 tahun sebesar 24 persen.

Dikutip dari laman Taipei Times, Senin 23 Desember 2019, gejala anemia mencakup mudah lelah, mudah mengantuk, sering kebingungan, kehilangan energi, dan wajah yang sering pucat. Tipe anemia yang paling sering adalah kekurangan zat besi.

Hal ini menunjukkan bahwa para wanita yang berencana untuk hamil atau yang sedang hamil, sangat membutuhan asupan zat besi. Sebab, menstruasi saat remaja memang menjadi salah satu faktor yang membuat wanita lebih rentan mengalami anemia.

Zat besi dibutuhkan oleh wanita hamil sebagai sumber mineral utama. Zat besi dapat memproduksi sel darah merah lebih yang mana mampu mengantarkan nutrisi ke janin dan mendukung perkembangannya. 

Sehingga, bahaya kekurangan sel darah merah bisa fatal seperti memicu berat bayi lahir rendah hingga pada kecerdasannya. Dengan begitu, asupan zat besi wanita hamil harus lebih tinggi dibandingkan orang pada umumnya.

WHO merekomendasikan asupan zat besi sehari-hari sekitar 30mg sampai 60 mg pada ibu hamil. Tambahan asupan asam folat juga dibutuhkan sebesar 0,4mg bagi ibu hamil untuk mencegah anemia.

Beberapa makanan yang tinggi zat besi sangat dianjurkan seperti daging merah, kerang jenis scallops, kerang jenis clam, dan sayuran hijau antara lain bayam dan brokoli. Asupan zat besi ini harus disertai makanan sumber vitamim C untuk meningkatkan penyerapan zat besi.

Hindari juga minuman mengandung kafein seperti teh dan kopi. Kafein diketahui dapat menghambat penyerapan zat besi hingga 50 persen. Sehingga, tubuh bisa kekurangan kebutuhan zat besi tersebut.