80 Persen Tenaga Kesehatan Kerap Salah Menggunakan Antibiotik
- pixabay/pexels
VIVA-- Pemahaman masyarakat yang rendah seringkali mengaggap bahwa antibiotik adalah obat paling mujarab yang bisa mengobati berbagai macam penyakit. Padahal, jika dikonsumsi tidak sesuai dengan dosis, bakteri yang ada di dalam tubuh bisa menjadi kebal terhadap antibiotik tersebut.
Di samping pemahaman masyarakat yang rendah, dari pihak tenaga kesehatan sendiri masih sering keliru dalam meresepkan antibiotik kepada pasien. Bahkan, menurut Ketua Komite Pengendalian Resistensi Antimikrobial (KPRA), Dr. dr. Hari Paraton, Sp.OG, sekitar 80 persen dokter masih kerap keliru dalam menggunakan antibiotik.
"Penyebabnya ketidaktahuan mungkin ya, tapi yang terbesar di Indonesia adalah ketiadaan sarana diagnostik, layanan mikro biologi jadi itukan inveksi paru-paru itu penyebabnya banyak bisa bakteri a, b, c, d yang mana tiap bakteri punya antibiotik sendiri-sendiri," kata Hari saat ditemui di Hotel Westin, Kuningan, Jakarta Selatan, Kamis, 19 Desember 2019.
Ke depan nantinya akan diadakan tim pengawas untuk penggunaan antibiotik di berbagai fasilitas kesehatan. Rencananya, lanjut Hari, tim itu sudah bisa diimplementasikan pada tahun depan.
"Mudah-mudahan tahun depan ya karena drafting guidelinenya sudah didrafting beberapa rumah sakit sudah sebagai pilot project, sudah jalan. Yang saya tahu RS saya di DR Sutomo kemudian dari Siloam juga diam-diam mencoba belajar dari Singapura, di Eka Hospital ada, RS swasta di Pekan Baru juga," ungkap dia.
Selain itu, lanjut Hari, ke depan juga bisa saja akan ada sanksi kepada para tenaga kesehatan yang masih kerap keliru dalam menggunakan antibiotik. Hari juga melanjutkan bahwa diperlukan pedoman yang lebih komprehensif dalam rangka menangani antimikroba resisten ini.
"Dulu itu pakai pedoman yang lama masih tidak berubah perilaku dokter sehingga kita mengkreasikan, ada pedoman sehingga dokter tidak salah lagi," kata dia.