Sudah Tahu Bedanya Susu Kental Manis dan Krimer?
- Pixabay/ TheUjulala
VIVA – Saat cuaca terik, banyak yang tertarik untuk mengonsumsi minuman dingin. Mulai dari es campur, hingga jus. Kesegarannya kurang lengkap, tanpa kehadiran susu kental manis.
Namun, tahukah kamu bahwa susu kental manis atau SKM berbeda dengan krimer? Hal itu diungkapkan oleh peneliti dari Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia, Natalya Kurniawati. Ia menurutkan, belum banyak yang mengetahui perbedaan antara SKM dengan krimer kental manis atau KKM.
“Bedanya, KKM memanfaatkan lemak nabati sebagai lemak susunya, dan menurunkan kadar protein. Ini dilakukan demi menurunkan biaya produksi, sehingga harga KKM lebih murah dibandingkan SKM. Nah, KKM ini lebih sedikit lagi kandungan proteinnya,” ujarnya di Jakarta, Selasa 19 November 2019.
Karena kandungan proteinnya yang rendah, Natalya mengatakan bahwa SKM hanya cocok sebagai bahan tambahan makanan dan minuman, bukan sebagai makanan utama pengganti susu. Sayangnya, kata dia, tidak semua orang mengetahuinya.
“Mereka tahunya SKM itu ya susu. Karena namanya susu kental manis, warnanya putih seperti susu, dan penempatannya di warung atau supermarket juga berdekatan dengan tempat susu,” tuturnya.
Selain itu, Natalya juga menyorot soal draf revisi peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan, tentang tidak diperbolehkannya visualisasi yang menggambarkan SKM disajikan sebagai hidangan tunggal berupa minuman susu, dan sebagai satu-satunya sumber gizi.
“kalau visualisasinya berupa gelas berisi susu dan ada makanan lain di samping susu, itu tidak dilarang? Gawat sekali kalau ada konsumen mengartikan SKM sebagai satu-satunya sumber gizi. Padahal, kandungan protein pada SKM kurang dari enam persen, sementara kandungan gulanya sangat tinggi,” ungkapnya.
Sementara itu, konsultan independen dan peneliti di bidang dampak industri makanan dan minuman bagi kesehatan anak, Irma Hidayana menyatakan bahwa kandungan gula pada SKM mencapai 43-48 persen.
“Pada anak balita, anak-anak dan remaja, kadar gula yg tinggi pada SKM ini berpotensi menimbulkan kerusakan gigi, obesitas dan penyakit degeneratif yang akan dibawa sampai mereka dewasa,” kata dia.