Kapan Anak Perlu Deteksi Dini Diabetes?
- vstory
VIVA – Data Federasi Diabetes Internasional (IDF) Atlas 2017 mengungkapkan Indonesia adalah negara peringkat keenam di dunia dengan jumlah penyandang diabetes sekitar 10,3 juta orang. Angka itu diperkirakan akan bertambah menjadi 16,7 juta orang pada 2045.
Di Indonesia, hasil riset Riskesdas 2018 menunjukkan prevalensi penyakit tidak menular seperti diabetes mengalami kenaikan dalam 5 tahun terakhir. Sehingga estimasi jumlah penderita mencapai lebih dari 16 juta orang.
"1 dari 3 orang atau 30 persen yang baru didiagnosis diabetes, 70 persennya belum ketahuan karena tidak ada gejala," ujar Ketua Umum PB Persatuan Diabetes Indonesia(Persadia), Agung Pranoto dalam temu media di IMERI UI, Jakarta, Senin 11 November 2019.
Agung menegaskan bahwa banyak masyarakat yang tak menyadari penyakit diabetes karena gejalanya bervariasi mulai dari asimptomatik (tidak bergejala) hingga simptomatik. Seringnya, penyakit diabetes diketahui saat muncul penyakit komplikasi.
"Yang 30 persen itu yang sudah terdeteksi, mereka juga belum tentu ada gejala, tergantung ada komplikasi tidak. Komplikasi tergantung di organ apa, mungkin jantung, saraf, kulit, mata," jelasnya lagi.
Gejala yang paling klasik yaitu buang air kecil terus menerus, merasa haus dan lapar tanpa henti, namun berat badan tidak bertambah atau malah turun. Hal ini membuat masyarakat perlu melakukan skrining tepat termasuk pada anak-anak.
"Jika ada riwayat hipertensi, kolesterol atau pada anak ada keluarga yang sakit diabetes, pada usia 10 tahun harus skrining. Bisa juga pada bayi yang lahir 4 kilogram, anaknya tumbuh gendut, meski enggak ada gejala perlu skrining dengan deteksi gula darah," terangnya.