Indonesia Kekurangan Rumah Sakit untuk Tangani Pasien Stroke
- U-Report
VIVA – Menyelamatkan pasien stroke dari kecacatan permanen, bukanlah hal yang mudah. Butuh upaya holistik dan berpacu dengan waktu, agar hal itu bisa terjadi. Telat sedikit saja, risiko pasien mengalami kecacatan semakin meningkat.
Oleh karena itu, ada istilah yang dikenal dengan Golden Periode selama 3-4 jam, untuk segera melakukan pertolongan. Kendalanya, di Indonesia, masih belum banyak rumah sakit yang siap untuk segera menangani pasien dengan penyakit stroke.
Menurut data Angels Initiative, dari 120 rumah sakit yang terdaftar dalam program inisiatif mereka, baru 37 rumah sakit yang sudah terkualifikasi menjadi rumah sakit siap stroke. Padahal, Indonesia membutuhkan sekitar 435 rumah sakit siap stroke untuk melayani sekitar 269 juta penduduk Indonesia.
"Perlu 400-an rumah sakit untuk menangani stroke, dari geografinya enggak mungkin di Jakarta saja. Bagaimana dengan yang di pelosok?" ungkap Direktur Utama Rumah Sakit Pusat Otak Nasional, dr Mursyid Bustami, di Jakarta, Jumat 25 Oktober 2019.
Untuk menjadi rumah sakit yang siap menangani pasien stroke, diperlukan syarat antara lain tersedia dokter syaraf dan CT Scan. Namun, distribusi dokter spesialis saraf sendiri masih kurang merata.
"Di Indonesia, dokter spesialis saraf kurang lebih ada 1.750 orang. 300 lebih berada di Jakarta. Itu kan tidak merata, seperlimanya di Jakarta. Tantangannya, jadi 400 rumah sakit tadi harus diisi dokter spesialis saraf," ujarnya.
Stroke adalah penyebab kematian paling umum kedua di dunia, dan penyebab disabilitas paling umum ketiga. Prevalensi stroke di Asia Tenggara diperkirakan mencapai 14,6 persen, dan menyumbang sebanyak 4,5 juta dari 30,7 juta kasus stroke di dunia.
Di Indonesia, stroke adalah penyebab kematian nomor satu, dengan tingkat disabilitas yang tinggi, yakni mencapai 65 persen.